Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sektor EBT Digenjot, Perhatian Pemerintah ke Sektor Migas Jangan Berkurang

Besarnya perhatian pemerintah pada sektor energi baru dan terbarukan (EBT) belakangan ini diharapkan tidak membuat nasib sektor minyak dan gas bumi bak anak tiri.
Kondisi well head platfrom di lapangan Camar wilayah kerja Bawean yang dioperasikan Camar Resource Canada Inc. setelah adanya kebakaran pada 29/2/2020. Bisnis-SKK Migas
Kondisi well head platfrom di lapangan Camar wilayah kerja Bawean yang dioperasikan Camar Resource Canada Inc. setelah adanya kebakaran pada 29/2/2020. Bisnis-SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA – Besarnya perhatian pemerintah pada sektor energi baru dan terbarukan (EBT) belakangan ini diharapkan tidak membuat nasib sektor minyak dan gas bumi bak anak tiri.

Kendati berfokus kepada penyediaan energi bersih, sektor migas masih memiliki andil besar dalam menggerakan ekonomi Indonesia.

Seperti diketahui, sektor EBT terus digenjot pemerintah agar bisa mendapatkan porsi sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional di 2025. Namun, di balik target itu masih terdapat bauran energi fosil sebesar 77 persen yang masih harus diperhatikan pemerintah.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat, pemerintah harus sangat berhati-hati dalam menyikapi transisi energi.

Dia menuturkan, sektor mineral dan batu bara, serta migas masih sesuai dengan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Sektor tersebut masih memiliki andil besar untuk hajat hidup masyarakat Indonesia.

“Jadi kalau kemudian kita terlena di dalam memberikan perhatian, yang saya khawatirkan justru akan berbalik menjadi disinsentif bagi perekonomian nasional,” katanya dalam webinar Peningkatan Kapasitas Nasional Industri Migas Dorong Pertumbuhan Perekonomian Nasional, Rabu (6/10/2021).

Komaidi memaparkan bahwa investasi sektor migas yang utamanya disumbangkan dari hulu tidak hanya penting bagi ESDM. Kucuran dana yang masuk juga menjadi penting bagi sektor-sektor pendukung dan sektor penggunanya.

Pada kegiatan hulu migas, setidaknya terdapat 73 sektor pendukung yang membentuk produk domestik bruto (PDB) sebesar 55,99 persen dan menyerap tenaga kerja sebesar 61,53 persen.

Sementara itu, terdapat 45 sektor pengguna yang terkait dengan industri hulu migas dan membentuk PDB sebesar 27,27 persen, serta serapan tenaga kerja 19,34 persen.

“Menurut pandangan saya, pemerintah harus hati-hati memperlakukan sektor migas, termasuk di dalamnya bagaimana merespon tuntutan internasional untuk melakukan konversi energi,” jelasnya.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), rata-rata investasi hulu migas pada 2015—2020 memiliki porsi sekitar 26,75 persen dari total realisasi investasi seluruh sektor ekonomi di Indonesia.

Dengan demikian, ada sekitar 26,75 persen porsi investasi pemerintah yang perlu dijaga di tengah keputusan transisi energi.

“Nah kalau 23–24 persen yang hilang atau output nasional juga akan turun dengan linear yang besarannya kira-kira sama, penyerapan tenaga kerja juga demikian,” jelasnya.

Di samping itu, perhatian pemerintah masih sangat diperlukan agar target untuk bisa mencapai produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari dan produksi gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 guna memenuhi kebutuhan di dalam negeri bisa tercapai.

Menurut Komaidi, perlu usaha ekstra untuk bisa mencapai target itu dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Pasalnya, rata-rata produksi di dalam negeri saat ini hanya mencapai kisaran 700.000 barel per hari.

Dengan demikian, masih terdapat kekurangan produksi sebesar 300.000 bopd yang perlu dicari. Namun, tugas itu tidak hanya semata-semata mencari peningkatan produksi, tetapi pemerintah juga harus berpacu dalam menjaga penurunan produksi alamiah yang tengah dialami.

“Menjadi penting, bukan hanya SKK Migas, tapi seluruh pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Keuangan harus memberikan perhatian untuk sektor migas, termasuk bagaimana upaya-upaya yang diperlukan untuk memberikan insentif yang diperlukan untuk sektor minyak dan gas,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper