Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia dinilai sudah siap menghadapi implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan berpeluang memetik keuntungan optimal dari kerja sama perdagangan tersebut, meski terdapat sejumlah pekerjaan rumah terkait peningkatan daya saing.
“Dalam konteks rantai nilai memang masih tertinggal, tetapi RCEP bisa jadi leverage daya saing kita. Kita berpeluang mengisi ruang-ruang yang ditinggalkan China karena industri mereka bertransformasi ke yang berteknologi tinggi,” kata Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi, Selasa (5/10/2021).
Fithra berpendapat Indonesia bisa mengisi rantai industri yang mulai ditinggalkan China, yakni manufaktur dengan adopsi teknologi menengah ke bawah. Namun dalam jangka panjang, Indonesia bisa mendapat berkah spill over teknologi dan peningkatan kapasitas.
“Misal Taiwan dan Hong Kong yang dulu second tier manufaktur Jepang, sekarang punya basis sendiri dan bisa lebih berkualitas,” imbuhnya.
Dia mengatakan industri di Tanah Air yang bisa mulai mengisi kekosongan yang ditinggalkan China di antaranya adalah industri tekstil dan produk tekstil, komponen elektronik, dan komponen otomotif.
Kajian yang dilakukan pemerintah menunjukkan keikutsertaan Indonesia dalam RCEP bisa memberikan tambahan surplus sebesar US$256 juta pada 2022 dan US$979,3 juta pada 2040. Tanpa RCEP, surplus pada 2022 diprediksi stabil dan pada 2040 hanya bertambah US$386,03 juta.
Selain itu, ekspor diprediksi bisa bertambah US$5,01 miliar pada 2040 jika Indonesia menerapkan RCEP. Jika tidak diterapkan, tambahan ekspor hanya sebesar US$228 juta pada 2040.