Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan industri makanan dan minuman Indonesia berpotensi kehilangan pasar utama tujuan ekspornya akibat kelangkaan kontainer sejak tahun lalu.
Padahal, Adhi mengatakan, permintaan makanan dan minuman dari Indonesia relatif tinggi di tengah perang dagang antara China dan Amerika Serikat. Akan tetapi permintaan dari luar negeri itu terkendala penundaan ekspor makanan dan minuman dari eksportir di Tanah Air.
“Sudah banyak penundaan ekspor tetapi kami tidak mendata, terutama yang jauh-jauh seperti ke Amerika Serikat, Amerika Latin, Eropa, Rusia seperti itu,” kata Adhi melalui sambungan telepon kepada Bisnis, Kamis (30/9/2021).
Kendati demikian, Adhi memastikan, kinerja ekspor makanan dan minuman untuk kawasan Asia relatif tidak terganggu di tengah kelangkaan kontainer tersebut.
Alasannya, harga produk itu di angka US$20 ribu hingga US$25 ribu per kontainer. Sehingga, eksportir masih dapat memberikan subsidi di tengah kenaikan biaya pengapalan atau ocean freight belakangan ini.
“Kalau pengiriman ke Asia, ke China itu kan biasanya itu sekitar US$200 per kontainer, kalau terjadi kenaikan harga hingga 5 kali lipat pun kita masih bisa subsidi,” kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan Indonesia kesulitan untuk merebut pasar ekspor yang ditinggalkan China buntut dari kelangkaan kontainer yang mencapai 5.000 unit setiap bulannya.
“Dampak dari kelangkaan kontainer itu, kita tidak bisa memanfaatkan pesanan yang begitu besar untuk mengisi kekosangan yang biasa disuplai oleh China, itu konsekuensi yang ingin kita elakkan,” kata Lutfi saat mengadakan konferensi pers, Jakarta, Kamis (30/9/2021).
Misalkan, Lutfi mencontohkan, industri mebel atau funitur yang berada di Jawa Timur mengalami kesulitan untuk melakukan ekspor barang ke Amerika Serikat mencapai 800 kontainer beberapa waktu terakhir.
Berdasarkan perhitungan Kementerian Perdagangan bersama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, industri yang bergerak pada olahan kayu itu membutuhkan seribu kontainer setiap pekannya.
Kendati demikian, Lutfi mengatakan, permasalahan itu juga menyasar pada sejumlah industri dengan realisasi ekspor relatif tinggi bagi neraca dagang dalam negeri.
Sejumlah industri itu seperti garmen, pakaian, makanan dan minuman, elektronik hingga alas kaki untuk memenuhi permintaan pasar internasional yang ditinggalkan China.
Belakangan Kementerian Perdagangan menggandeng Kadin, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, serta para main line operator atau MLO untuk memenuhi kebutuhan kontainer dalam negeri.
Berdasarkan hasil pemaparan Kemendag, MLO telah menyanggupi pemenuhan kebutuhan kontainer sebanyak 800 hingga 1.000 setiap bulan untuk industri mebel dalam negeri. Nantinya, produk ekspor dari industri itu bakal dikirim ke New York, Los Angeles, Savannah, Baltimore dan Florida.
Selain itu industri makanan dan minuman dalam negeri bakal difasilitasi kebutuhan kontainer sebanyak 3.500 hingga 3.800 unit setiap bulannya. Adapun tujuan ekspor dari industri makanan dan minuman itu di antaranya ASEAN, China, Korea Selatan, Hong Kong, Jepang, India, Pakistan, Rusia, Eropa, negara-negara Afrika, Amerika Utara, dan Timur Tengah.