Bisnis.com, JAKARTA – Pemanfaatan bauran energi terbarukan masih menghadapi persoalan intermitensi pada pembangkit listrik. Pemerintah terus mencari cara untuk memitigasi persoalan tersebut.
Intermitensi menggambarkan produksi listrik pembangkit listrik surya maupun angin masih tergantung pada faktor cuaca. Alhasil kondisi ini dinilai mengganggu keandalan listrik bila cuaca yang diperlukan tidak maksimal.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Aditya mengatakan bahwa kondisi ini terus diupayakan untuk dimitigasi penurunan daya listrik pada satu pembangkit atau wilayah.
“Ini yang kita coba potensi besat, cost of technology semakin rendah. Ini kita upayakan bagaimana memitigasikan,” katanya saat webinar, Kamis (30/9/2021).
Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengkoneksikan PLTS Terapung Cirata dengan pembangkit listrik tenaga angin PLTA Jatigede. Sinergi pembangkit EBT itu dinilai akan mampu menghindati intermitensi daya listrik untuk wilayah sekitar.
Sementara itu, pemerintah juga telah merencanakan pengembangan jaringan listrik supergrid atau nusantara supergrid. Langkah ini untuk menghubungkan potensi pembangkit kepada daerah hingga di pulau berbeda.
“Nusantara Grid untuk menghubungkan potensi-potensi yang ada yang sangat besar tetapi demand-nya masih kecil, kita transfer ke demand yang lebih besar,” katanya.
Hingga kini pemanfaatan bauran energi baru dan terbarukan masih 11,2 persen dibandingkan dengan energi lainnya seperti batu bara, minyak dan gas bumi. Pemerintah membidik bauran energi EBT menjadi 23 persen pada 2025.