Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perjuangan Warga Lubuk Cuik Menjaga Pedasnya Komoditas Cabai Sumatra Utara

Inalum ikut kembangkan pertanian cabai bersama masyarakat.
Ilustrasi tanaman cabai merah/Antara-Saiful Bahri
Ilustrasi tanaman cabai merah/Antara-Saiful Bahri

Bisnis.com, JAKARTA- Rasanya kurang mantap jika makan tak ada rasa pedas. Adagium yang kerap ada di masyarakat Indonesia. Tapi siapa yang tahu bahwa lumbung cabai terbesar salah satunya ada di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara?

Berjarak 120 kilometer dari Kota Medan, desa dengan lahan cabai seluas 85 hektar ini menjadi salah satu lumbung cabai terbesar di Sumatra Utara.

Dalam satu hari dari kebun cabai ini bisa menghasilkan 18 ton cabai.Padahal awalnya Desa Lubuk Cuik bukan sentra cabai. Keuntungan lahan yang subur membuat warga terbiasa menanam tanaman palawija. Tak banyak memang yang berani menanam cabai karena memerlukan proses perawatan yang lebih tinggi. 

Ketua Kelompok Tani Makmur Desa Lubuk Ciuk Salidi menceritakan warga biasanya menanam timun dan padi saat musimnya. Nahas di pada 2006, desa mengalami sebuah bencana banjir dahsyat dan merendam lahan pertanian di desa ini. Selang 2 tahun warga pun memutuskan untuk menanam cabai. 

"Awalnya sih istilahnya kalau menanam cabai itu seperti mengurus bayi karena banyak yang di urus. Jadi hanya beberapa orang saja yang menanam cabai. Sampai beberapa musim ada juga tantangan dari petani lain dengan konsep lahan irigasi yang berbeda" ujar Salidi. 

Namun sejak 2011, Salidi menjelaskan suksesnya panen membuat tren menanam cabai pun mulai diikuti oleh puluhan orang. Di tahun 2012, lahan cabai semakin bertambah luas, dan diikuti oleh desa-desa di kabupaten yang sama. 

"Pada akhirnya desa-desa lain mengikuti menanam cabai juga seperti Desa Pematang Tengah, Desa Gambus Laut, Desa Perupuk, mereka belajar dari desa sinilah. Sampai menyentuh 500 ha lahan yang dijadikan untuk menanam cabai," ujarnya.

Salidi juga mengatakan dari total 85 hektare lahan yang ada di Desa Lubuk Cuik, rata-rata sawahnya adalah milik perseorangan. Ada juga beberapa yang menyewa. Namun, sebagian besar petani bergabung ke dalam kelompok tani.

Dia mengatakan pembentukan kelompok tani dibuat agar jadwal untuk penanaman padi dan cabai bisa seragam. Sebab, bila penanaman cabai berbeda satu bulan, tanaman yang terlambat tanam bisa gagal.

"Jadi harus ada pola tanamnya agar serentak dan semua petani bisa merasakan hasilnya. Jadwal tani didapat melalui musyawarah antar masyarakat. Kalau tidak ada pola tanam, akan jadi berantakan sistem panennya dan mempengaruhi hasil panen," ujarnya.

Harga cabai yang cukup tinggi juga membuat masyarakat Lubuk Ciuk tetap mempertahankan tanaman cabai ini. Menurut Salidi, Lubuk Cuik mampu memproduksi 15-18 ton cabai per harinya. Bila merujuk ke harga cabai paling tinggi yang pernah mereka dapatkan yaitu Rp 50.000/kg, Desa Lubuk Cuik pernah meraup omzet sebesar Rp 900.000.000 untuk sekali panen.

“Penjualan produksi sebagian besar ke lokal yaitu di Batubara, kemudian ke Medan, Pekanbaru, Riau, Padang, Dumai dan Batam," kata Salidi.

Sekretaris Desa Lubuk Cuik Misno turut mengamini bahwa cabai merah bisa menaikkan taraf hidup masyarakat. "Karena dirasa bisa menaikkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan ekonomi desa, kami bergabunglah membuat kelompok tani dan jadilah luas lahan cabai merahnya sekitar 85 Ha," ujar Misno.

Tantangan utama petani cabai Lubuk Cuik berada pada harga cabai yang tidak selalu tinggi. Selain itu juga konsistensi dan jenis penanaman harus diperhatikan agar terus menjadi ciri khas. Pengembangan produk turunan cabai menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut.

Sejak tahun 2017 para petani cabai mulai tergerak untuk mengembangkan produk turunan cabai bersama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Anggota BUMN Holding Industri Pertambangan, MIND ID memberikan pembinaan dan pendampingan dalam pembuatan produk turunan cabai seperti saus, cabai bubuk, dan cabai kering. Upaya ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Desa Lubuk Cuik.

Selain peningkatan kapasitas, Inalum bersama masyarakat juga mengembangkan sistem irigasi utama yang pertama kali di Desa Lubuk Cuik pada tahun 2017. Sistem gotong royong mampu menyelesaikan pembangunan sistem pengairan lahan dan beberapa fasilitas lain seperti saung tani desa, pembangunan jalan dan pendampingan pembibitan. Kini pengembangan kapasitas petani dapat berjalan lebih baik dengan adanya infrastruktur pendukung pertanian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper