Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan perlunya kewaspadaan terhadap efek rambatan (spill over) dari kondisi ekonomi makro negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) dan China.
Sri mengatakan meskipun tren dari kedua negara tersebut cenderung optimistis, tetapi harus tetap diwaspadai. Misalnya, kebijakan moneter AS dan harga komoditas di China.
Di satu sisi, pemulihan ekonomi AS yang cepat memicu inflasi yang membaik serta menguatnya dolar AS. Belum lagi, kebijakan moneter AS yang diwaspadai bisa dimulai pada akhir 2021.
"Namun kenaikan Federal rate [suku bunga acuan] diperkirakan baru akan terjadi pada tahun 2023. Statement seperti ini bisa menimbulkan pergerakan movement," katanya pada konferensi pers APBN KiTa, Kamis (23/9/2021).
Selain itu, negosisasi batas utang atau debt limit yang akan menentukan kebijakan fiskal AS, juga dinilai bisa mempengaruhi pergerakan di pasar.
Di sisi lain, situasi ekonomi China juga perlu diwaspadai karena berpengaruh banyak kepada kinerja ekspor Indonesia. Diketahui, nilai ekspor Indonesia naik 64,10 persen (yoy) pada Agustus 2021.
"Situasi ekonomi RRT harus kita pelajari dan waspadai. Karena bagaimanapun ekspor-ekspor terutama komoditas sangat dipengaruhi oleh global economic recovery terutama di-drive oleh RRT, Eropa dan Amerika Serikat," ujarnya.
Di dalam negeri, upaya vaksinasi terus berjalan. Total dosis vaksinasi di Indonesia yang telah disuntikkan adalah 129,48 juta. Adapun, suntikan dosis pertama sudah mencapai 82,1 juta. Sedangkan yang sudah disuntik dua kali adalah 46,5 juta.
Di sisi ekonomi, Sri melihat aktivitas masyarakat pada Agustus-September mulai mengalami pemulihan terlihat dari mobilitas dan aktivitas di ritel, rekreasi, farmasi, dan lain-lain. Hal itu seiring dengan relaksasi PPKM yang dilakukan oleh pemerintah.
Sri menyampaikan mobilitas di ritel dan rekreasi mengalami kenaikan pada September 2021 sebesar 9,3 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).