Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Keluhkan Rendahnya ISPO di Perkebunan Sawit Rakyat

ISPO diketahui merupakan sertifikasi yang bersifat wajib bagi semua tipe perkebunan baik milik negara, rakyat, dan swasta.
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Bisnis.com, JAKARTA – Capaian sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) masih rendah di kalangan pekebun rakyat meski telah dicanangkan sejak 10 tahun lalu.

Dari total 6,7 juta hektar perkebunan sawit rakyat, baru sekitar 12.600 hektare atau 0,18 persen yang memperoleh sebanyak 20 sertifikat ISPO.

Hal itu kontras dengan capaian pada perkebunan swasta dan PT Perkebunan Negara yang kini mencapai 5,8 juta hektar (60 persen) dari total 9,6 juta hektar.

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan pihaknya hanya menargetkan 5.200 hektare lahan yang tersertifikasi ISPO sepanjang tahun ini. Tetapi hingga September 2021, capaiannya baru 1.456 hektare.

"Kami melihat progres selama 10 tahun terakhir, untuk 2021 kami hanya menarget 5.200 hektar, sangat minim sekali sekitar 0,089 persen," katanya dalam webinar, Rabu (22/9/2021).

Rendahnya capaian ini disebabkan faktor utama yakni tumpang tindihnya perkebunan dengan kawasan hutan. Untuk memudahkan pekebun rakyat mendapatkan ISPO, Gulat mengusulkan pembagian dua kategori sertifikasi, yakni absolute sustainable dan relative sustainable.

Kategori pertama diperuntukkan bagi korporasi, sedangkan yang kedua dikhususkan bagi petani yang sedang dalam proses peremajaan sawit rakyat (PSR).

"Jadi dengan pengelompokan ini akan semakin banyak yang ISPO untuk pekebun," lanjutnya.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Musdhalifah Machmud mengatakan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebenarnya telah melakukan identifikasi dan klasifikasi pekebun.

Tiga kategori yang diidentifikasi yakni merah, kuning, dan hijau. Masing-masing mendapatkan pendampingan dengan tingkat tertentu sesuai kendala yang dihadapi.

Dia mengemukakan dari 10.600 titik yang tumpang tindih dengan kawasan hutan, ada 500 titik yang belum diselesaikan.

"Saat ini sedang dibuatkan peta untuk mengecek apakah titik-titik ini ada di kawasan hutan atau tidak," katanya.

ISPO diketahui merupakan sertifikasi yang bersifat wajib bagi semua tipe perkebunan baik milik negara, rakyat, dan swasta. Di pasar internasional, sertifikasi ini menjadi penting untuk masuk ke negara-negara yang mensyaratkan aspek keberlanjutan.

Kementerian Perindustrian mengatakan ISPO sudah sejalan dengan program sertifikasi global, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Adapun negara tetangga sesama penghasil sawit, Malaysia juga telah memiliki instrumen Malaysia Sustainable Palm Oil (MSPO) yang mencakup industri hulu hingga hilir.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper