Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Jagung Nasional menyatakan solusi yang dimiliki pemerintah untuk menyelesaikan masalah jagung pakan cenderung terbatas.
Meski terdapat stok jagung yang saat ini dipegang oleh sejumlah pelaku usaha, Ketua Dewan Jagung Nasional Tony J. Kristianto mengatakan hal tersebut tak lantas menyelesaikan masalah akses pakan oleh peternak. Pemegang stok, kata dia, cenderung menahan stok sebagai antisipasi menghadapi masa paceklik.
"Stok ada tetapi pemegang stok tidak mau menjualnya karena pasokan terbatas dan mereka sudah ada perkiraan. Ada spekulasi juga, ini harga naik terus, termasuk harga internasional. Kalau impor pun sesampainya di sini sudah Rp5.000 per kg," kata Tony, Rabu (22/9/2021).
Tony mengatakan bahwa pasokan jagung di dalam negeri memang terbatas. Hal ini terlihat dari harga jagung yang telah berada di atas Rp4.500 per kg sepanjang semester I/2021, meski periode tersebut bersamaan dengan masa panen.
"Produksi kita memang kurang, buktinya sejak semester I/2021 harga jagung sudah di atas Rp4.500 per kg. Itu sudah menjadi indikator kita kekurangan jagung. Dan harga segitu pun pabrik terus membeli. Kalau kita stop impor terus-terusan lalu produksi kurang pasti rebutan," tambahnya.
Jika pemerintah ingin menambah pasokan melalui impor, Tony mengatakan keputusan harus dicapai pada bulan ini. Importasi pun perlu dipastikan terealisasi pada Desember 2021 demi mengamankan ketersediaan pada awal tahun depan.
Baca Juga
"Kalau ingin ada pasokan, tergantung bagaimana kita menanamnya kapan. Kalau dari sekarang tidak ada upaya tanam, ya Januari kosong beneran. Begitu pula impor harus diputuskan bulan ini," kata dia.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebelumnya mengatakan risiko lonjakan harga jagung di dalam negeri telah dia prediksi sejak awal tahun. Hal ini seiring dengan tren harga pangan dunia yang memperlihatkan tren kenaikan sejak akhir 2020 dan pasokan di dalam negeri yang memasuki masa paceklik.
Lutfi mensinyalir harga jagung pakan yang menembus Rp6.100 per kilogram (kg) tidak terlepas dari faktor pasokan yang terbatas. Hal ini tecermin dari tidak terpenuhinya kebutuhan di Blitar dengan sebesar 7.000 ton untuk sebulan.
“Kalau kita punya 2,3 juta ton jagung mungkin tidak harganya naik meroket seperti itu? Tidak mungkin. Sekarang kita jangan ngomong jutaan, ngomong 7.000 ton saja tidak ada buat kebutuhan sebulan di Blitar. Tidak ada barangnya,” kata Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI yang disiarkan secara langsung melalui YouTube, Selasa (21/9/2021).
Lutfi mengatakan risiko gejolak harga jagung pakan sejatinya telah dia sampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui surat yang dikirim pada Maret 2021. Notifikasi ini disampaikan Lutfi setelah harga impor kedelai mengalami lonjakan dan memengaruhi aktivitas produksi pengrajin tahu dan tempe.
Meski harga kedelai impor naik, Lutfi mengatakan pasokan tetap terjaga karena pemasukan komoditas tersebut tidak terikat oleh tata niaga yang diatur. Berbeda dengan importasi jagung pakan yang memerlukan rekomendasi dari Kementerian Pertanian.
“Saya sudah tulis surat resmi pada Maret ke Kemenko [Perekonomian], hati-hati. Kalau kedelai kita tidak ada tata niaganya. Saya tahu harganya akan tinggi, tetapi tidak akan kurang barangnya. Jagung pada saat yang bersamaan tata niaganya diatur. Tidak bisa sembarangan orang impor karena memerlukan persetujuan dari Kementerian Pertanian,” papar Lutfi.