Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kelesuan Ekonomi Inggris Khawatirkan Investor

Tekanan datang dari pasar keuangan maupun harga energi.
Aksi protes anti-Brexit menggelar unjuk rasa di luar Gedung Parlemen di London, Inggris (30/1/2020). Reuters
Aksi protes anti-Brexit menggelar unjuk rasa di luar Gedung Parlemen di London, Inggris (30/1/2020). Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Tekanan perekonomian di Inggris, salah satu ekonomi terbesar di dunia, telah membuat investor mempertimbangkan ulang strateginya berinvestasi di negeri ratu itu.

Dilansir Bloomberg pada Minggu (19/9/2021), kembali terjadi net short atas penempatan dana lindung nilai dalam opsi pound dan futures. Keadaany yang terjadi setelah terakhir kalinya tercipta pada Desember 2020 lalu. Aksi ketika Inggris terperosok dalam negosiasi Brexit yang pahit dengan Uni Eropa.

Krisis rantai pasokan, biaya energi yang melonjak, dan ekonomi yang lesu membawa kekhawatiran bagi investor. Akibatnya poundsterling dan indeks FTSE 100 terseret sentimen pasar sejak Juni 2021 lalu.

Tekanan keadaan yang dikhawatirkan investor memaksa Bank of England menaikkan suku bunga. Kebijakan yang membawa ekonomi Inggris yang tengah rapuh semakin tertekan.

John Roe, Kepala Dana Multi-aset Legal & General Investment Management Ltd., mengatakan ada lebih banyak risiko yang dihadapi Inggris. Tekanan itu mulai dari harga gas dan listrik yang memecahkan rekor hari demi hari dan bayang-bayang kenaikan suku bunga setelah inflasi melonjak tertinggi dalam lebih dari 9 tahun.

"Pound telah membaik. [Namun], ada beberapa kejutan besar, seperti [harga] gas, ditambah beberapa komentar dari BOE yang menurut kami akan meningkatkan kemungkinan kesalahan pada kebijakan dan meningkatkan ketidakpastian," ungkap Roe.

Gambaran ekonomi terlihat semakin suram yang dibarengi dengan laporan negatif yang terus-menerus. Penjualan ritel Inggris turun untuk bulan keempat pada Agustus, penurunan terpanjang dalam 25 tahun terakhir.

Meski demikian, fluktuasi diharapkan segera mereda. Pound telah berada di kisaran US$1,37 dalam beberapa bulan. Para analis juga memprediksi nilai tukar uang negeri ratu itu akan tetap pada level yang sama hingga akhir tahun.

Sementara itu, indeks FTSE 100 telah gagal untuk mengikuti pasar lantaran turun sekitar 1 persen sejak Juni ketika Europe 600 dan S&P 500 menguat lebih dari 3 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper