Bisnis.com, JAKARTA – Insentif yang diberikan kepada mobil berbahan bakar fosil diharapkan juga diikuti dengan kebijakan serupa pada kendaraan listrik.
Sebelumnya, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120/2021 resmi memperpanjang diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 100 persen untuk mobil dengan isi silinder di bawah 1.500 cc sampai Desember 2021.
Ahmad Heri Firdaus, Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, mengatakan bahwa kebijakan itu hendaknya diikuti dengan insentif serupa kepada mobil listrik.
Hal itu sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengurangi emisi melalui kebijakan pajak karbon. Terlebih, pemerintah juga telah menetapkan tenggat 2060 untuk mencapai nol emisi.
“Memang tidak inline dengan pengurangan emisi. Hal yang harus mulai dipikirkan adalah bagaimana pemerintah memberikan stimulus bagi kendaraan bukan berbahan bakar fosil, tetapi yang bersumber listrik atau electric vehicle [EV],” katanya kepada Bisnis, Minggu (19/9/2021).
Dia mengingatkan, insentif PPnBM ini hanya bersifat sementara dan dimaksudkan untuk memberikan stimulus untuk industri otomotif dan turunannya.
Ketika stimulus itu berakhir, lanjut Ahmad, giliran mobil listrik yang diberi insentif untuk mendorong minat masyarakat pada kendaraan minim emisi tersebut.
“Katakanlah yang mobil listrik nanti tidak ada PPnBM-nya, atau pajak-pajaknya dikurangi. Terus ke depan mobil yang menghasilkan emisi dikasih pajak karbon. Mulai harus dipikirkan upaya untuk men-switch agar masyarakat lebih terdorong untuk membeli EV,” jelasnya.
Seperti diketahui, perpanjangan diskon PPnBM juga berlaku untuk kendaraan berisi silinder di atas 1.500 cc tetapi dengan potongan yang berbeda.
Diskon sebesar 50 persen berlaku untuk mobil dengan isi silinder 1.501–2.500 cc berpenggerak 4x2, dan potongan 25 persen untuk mobil berkapasitas sama berpenggerak 4x4. Adapun, syarat komponen pembelian dalam negeri (local purchase)-nya minimal 60 persen.