Bisnis.com, JAKARTA - Neraca perdagangan Agustus 2021 kembali tercatat mengalami surplus sebesar US$4,74 miliar. Capaian ini merupakan hasil dari kontribusi surplus neraca non-migas sebesar US$5,43 miliar di saat neraca migas tercatat defisit sebesar US$1,23 miliar.
“Selain melanjutkan tren surplus yang telah terjadi selama 16 bulan berturutturut, surplus neraca perdagangan pada bulan Agustus ini juga merupakan surplus yang terbesar sejak tahun 2006. Surplus ini diharapkan turut menjadi motor perekonomian Indonesia ke depan”, jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.
Pada Januari-Agustus 2021, surplus neraca perdagangan mencapai total US$19,17 miliar. Tantangan besar bagi dunia dan Indonesia ke depan masih terkait dengan pandemi Covid-19.
Saat ini, Indonesia telah berhasil menurunkan kembali kasus Covid-19 secara signifikan setelah adanya persebaran varian Delta. Kerja sama semua pihak menjadi kontributor utama perkembangan positif ini.
Hingga tahun 2022, pemerintah melalui kebijakan fiskal akan terus diarahkan untuk pemulihan dan reformasi, yaitu penanganan pandemi termasuk program vaksinasi dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta reformasi struktural diantaranya dengan implementasi UU Cipta Kerja.
Total ekspor bulan Agustus 2021 tercatat sebesar US$21,42 miliar, secara bulanan (mtm) dan tahunan (yoy) masing-masing naik 20,95 persen dan 64,1 persen.
Baca Juga
Nilai ekspor Agustus 2021 merupakan capaian tertinggi sejak tahun 2000 serta memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi dari konsensus perkiraan angka pertumbuhan ekspor yang hanya sekitar 36,1 persen (yoy).
Peningkatan didukung oleh ekspor non-migas yang tumbuh sebesar 63,4 persen, (yoy) maupun sektor migas yang tumbuh sebesar 77,9 persen (yoy).
Secara kumulatif, total ekspor sepanjang tahun berjalan mencapai US$142,01 miliar atau meningkat 37,77 persen (ytd) yang didominasi oleh ekspor CPO dan bahan bakar mineral.
“Kenaikan ekspor menunjukkan sinyal pemulihan permintaan dunia. Dengan implementasi PEN dan kebijakan yang mendukung kinerja ekspor, dunia usaha di Indonesia diharapkan semakin mampu memanfaatkan potensi pemulihan ekonomi dunia dan ekspor ke depan,” lanjut Febrio.
Dari sisi sektor, seluruh ekspor sektoral menunjukkan kinerja yang sangat baik. Sektor pertanian, misalnya, mencatat pertumbuhan bulanan sebesar 17,89 persen (mtm), walaupun sedikit turun secara tahunan sebesar 0,42 persen (yoy), kinerja positif terutama terjadi pada komoditas kopi, buah-buahan, dan hasil hutan bukan kayu lainnya.
Selanjutnya, ekspor terkait industri pengolahan juga naik baik secara bulanan sebesar 20,67 persen (mtm) dan secara tahunan sebesar
52,62 persen (yoy) terutama pada komoditas CPO, besi baja, dan timah.
Sektor pertambangan meningkat secara bulanan sebesar 27,23 persen (mtm), dan meningkat tajam sebesar 162,89 persen (yoy) secara tahunan khususnya ekspor batubara, biji tembaga dan lignit.
Kebijakan mendukung ekspor ke depan dilakukan melalui perbaikan efisiensi dan daya saing ekonomi, peningkatan nilai tambah produk ekspor komoditas, serta penguatan industri nasional.
Pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan teknologi sebagai salah satu instrumen penting untuk ketiga hal tersebut, juga akan diarahkan untuk meningkatkan daya saing produk non-komoditas sehingga mendorong munculnya komoditas ekspor unggul yang baru.
Febrio mengungkapkan kebijakan selanjutnya diarahkan untuk mendorong perbaikan akses pasar. Pemetaan pasar internasional terutama di negara-negara non-tradisional sebagai pasar ekspor yang prospektif akan terus dioptimalkan guna mengisi potensi ceruk pasar yang ada.
Kerja sama internasional baik secara bilateral dan multilateral akan dimanfaatkan untuk mendukung perdagangan internasional baik barang maupun jasa. Di sektor jasa, Pemerintah juga akan terus menopang dan mendorong pemulihan dan penguatan ekspor jasa, diantaranya melalui kelanjutan strategi pengembangan dan promosi daerah wisata Indonesia.
Terkait dengan pembiayaan, pemerintah di antaranya akan terus melakukan langkah dukungan pembiayaan ekspor dengan skema khusus seperti Penugasan Khusus Ekspor (PKE) melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan bentuk pembiayaan berupa kredit modal kerja dan buyers’ credit, Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor (KURBE) dalam bentuk pembiayaan berupa kredit modal kerja dan pinjaman operasional usaha bagi IKM berorientasi ekspor.
Pemerintah juga akan terus berupaya mendorong daya saing industri dalam negeri di antaranya dengan pendalaman struktur industri, kemandirian bahan baku dan produksi, dan dukungan melalui regulasi, serta optimalisasi program TKDN.
Selain industri, pengembangan UKM juga ditingkatkan dengan menciptakan nilai tambah bagi produk UKM dan mengkoneksikannya dengan rantai produksi global.
Dari sisi impor, total impor bulan Agustus 2021 tercatat sebesar US$16,68 miliar atau tumbuh 10,35 persen (mtm) dan 55,26 persen (yoy).
Seperti halnya ekspor, pertumbuhan impor secara tahunan juga lebih tinggi dari konsensus perkiraan angka pertumbuhan impor yang diprediksi pada angka 45 persen (yoy).
Kenaikan ini didorong oleh impor migas yang meningkat hingga 115,75 persen (yoy) dan impor non-migas dengan pertumbuhan 49,39 persen (yoy). Secara kumulatif, impor tahun berjalan mencapai US$122,83 miliar atau tumbuh 33,36 persen (ytd).
Untuk impor non-migas, semua jenis impor penggunaan menunjukan pertumbuhan yang positif. Impor bahan baku yang memiliki kontribusi 75,61 persen tumbuh 8,39 persen (mtm) dan
tumbuh 59,59 persen (yoy).
Impor barang modal yang memiliki kontribusi 14,37 persen tumbuh bulanan sebesar 16,44 persen (mtm), dan tahunan sebesar 34,56 persen (yoy). Selanjutnya, impor barang konsumsi yang memiliki kontribusi 10,02 persen tumbuh 16,34 persen (mtm) dan tumbuh 58,23 persen (yoy).
“Peningkatan impor bahan baku atau penolong merupakan sinyal positif bagi perbaikan industri dalam negeri. Sedangkan peningkatan impor secara keseluruhan menunjukkan bertumbuhnya aktivitas ekonomi domestik seiring perkembangan positif penanganan Covid-19,” tutup Febrio.