Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha menyambut positif keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa perpanjangan relaksasi ini telah mengikuti harapan dunia usaha. Dia mengatakan banyak sektor yang masih mengalami tekanan pada tahun kedua pandemi.
“Kami menyambut hal ini, sudah sesuai permintaan kami untuk perpanjangan karena banyak sektor usaha yang belum bisa memulihkan arus kas sepanjang 2021,” kata Hariyadi, Minggu (5/9/2021).
Meski demikian, dia memperkirakan masa pemulihan arus kas usaha bisa membutuhkan waktu lebih lama. Hal ini tak lepas dari faktor ketidakpastian dan kebijakan dalam penanganan Covid-19. Hariyadi menduga OJK akan secara bertahap memutuskan apakah relaksasi restrukturisasi kredit diperpanjang atau tidak.
“Misal untuk sektor pariwisata, di sejumlah daerah benar-benar tak bergerak karena mengandalkan mobilitas. Kami tidak bisa memperkirakan kapan akan pulih karena banyak ketidakpastian,” tuturnya.
Terlepas dari kekhawatiran akan hal tersebut, Hariyadi mengatakan kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit bisa memperpanjang napas usaha. Terutama untuk bisnis yang mulai kembali bergerak memanfaatkan momentum kebijakan yang lebih akomodatif.
Sebagaimana diwartakan Bisnis, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan bahwa keputusan perpanjangan diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas perbankan serta kinerja debitur restrukturisasi Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.
Sampai saat ini, perbankan terus melanjutkan kinerja yang baik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka loan at risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun, walaupun masih relatif tinggi. Sementara itu, rasio NPL mengalami peningkatan dari 3,06 persen pada Desember 2020 menjadi 3,35 persen pada Juli 2021.