Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia National Shipowners' Association (INSA) mengharapkan rencana merger Badan Usaha Merger (BUMN) pelabuhan dapat menciptakan sentralisasi tarif layanan tanpa harus menggerus kesempatan berusaha bagi swasta yang juga mengoperasikan pelabuhan.
Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto menyikapi rencana merger Pelindo pada 1 Oktober 2021 dengan berbagai macam pendapat dan kemungkinan. Namun demikian, sebagai pengguna jasa, dia optimistis merger ini bisa menciptakan efisiensi dan tentunya berdampak positif bagi semua pemangku kepentingan. Dengan demikian, dia tak menginginkan adanya pihak yang dirugikan.
Berdasarkan rencana merger yang ada, sebutnya, Pelindo akan memiliki subholding yang berbeda satu sama lain sesuai dengan produk layanannya saat ini di antaranya Subholding Petikemas, Subholding Non Petikemas, Subholding Marine Services dengan memanfaatkan keunggulan eksisting yang dimiliki Pelindo I-IV saat ini.
“Di era disrupsi sekarang, perubahan adalah sesuatu hal baik, karena artinya kita ada kesempatan untuk menuju kearah yang lebih baik. Gabungan Pelindo adalah hal baik. Sudah waktunya kita tunjukkan pembentukan Port of Indonesia adalah wujud nyata kemajuan Indonesia. Ini karena Port adalah gerbang pintu utama perekonomian Indonesia,” ujarnya, Kamis (2/9/2021).
Carmelita yang juga sebagai Koordinator Wakil Ketua Umum IV Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek, dan Inovasi menyampaikan sebagai pengguna jasa pun berharap dengan adanya merger akan berdampak kepada sentralisasi negosiasi tarif dan layanan. Di antaranya Service Level Agreement dan (SLA) serta Service Level Guarantee (SLG). Dengan demikian tidak lagi harus ada lobi-lobi yang mesti dilakukan di setiap pelabuhan.
Tak hanya di situ saja, dia juga berharap adanya peningkatan kualitas pelayanan yang merata diseluruh Indonesia dengan mengacu kepada pelabuhan internasional yang pelayanannya lebih baik.
Baca Juga
Dia juga mengingatkan agar adanya perimbangan dari sisi layanan dan Tarif dan jangan sampai merger justru memacu penaikan tarif.
“Seharusnya port besar, pelayanan cepat, service bagus, volume meningkat. Dengan volume meningkat sendiri itu sudah menunjukan peningkatan pendapatan dan profit. Tidak harus dengan peningkatan tarif,” jelasnya.
Tak kalah penting, tekannya, adalah merger ini harus mengacu kepada Pelayanan Publik atau Public service orientation dan mendorong perekonomian Indonesia, sehingga tidak hanya semata-mata mencari keuntungan.
Bahkan, lebih baiknya lagi, dia menyarankan agar merger ini nantinya menggunakan pola skema biaya dengan margin yang telah ditentukan.
“Dan bisa juga ditentukan jenis service apa yang sifatnya stimulus, bila diturunkan tarifnya akan memancing volume yang lebih banyak. Bisa lebih flexible, saling menguntungkan, tapi tidak memberatkan,” jelasnya.
Lewat sejumlah harapan yang telah dikemukakannya, dia juga menambah saran agar kedepannya tidak lagi banyak membentuk subholding lain dari yang telah ada saat ini. Hal tersebut berpotensi menggerus kesempatan berusaha bagi badan usaha pelabuhan swasta nasional lainnya.
Nama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelabuhan pasca merger tak ada lagi embel – embel angka I, II, III, atau IV melainkan hanya PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo.
Direktur Utama Pelindo I Prasetyo menjelaskan nama perusahaan baru yang telah disepakati pasca integrasi dilakukan adalah PT Pelabuhan Indonesia. Adapun, empat subholding yang dibentuk, yakni Pelindo Multi Terminal, Terminal Peti Kemas Indonesia, Pelindo Solusi Logistik dan Marine Services.