Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan Jalan Trans Papua (JTP) masih belum akan tersambung pada tahun ini, karena terhambat faktor keamanan dan pandemi Covid-19.
JTP yang belum tersambung ada di Provinsi Papua, tepatnya pada segmen Enarotali—Wamena (469,48 kilometer) dan Kenyam—Dekai (231,6 kilometer). Untuk menyambung ruas tersebut, pemerintah berencana untuk bekerja sama dengan beberapa pihak.
“Dalam pelaksanaan konstruksi JTP, untuk menjamin keamanan aset dan para pekerja konstruksi, Ditjen Bina Marga selalu berkoordinasi dengan pemerintah setempat, tokoh masyarakat adat, tokoh agama, dan pihak keamanan, seperti TNI dan POLRI,” kata Direktur Jenderal Bina Marga Hedy Rahadian kepada Bisnis, Kamis (2/9/2021).
Hedy menargetkan, dapat membebaskan tanah di kawasan hutan segmen Enarotali—Wamena sepanjang 5,4 kilometer.
Dengan demikian, panjang Jalan Agregat Padat Tahan Cuaca (Japat) ruas tersebut menjadi 377,73 kilometer, sedangkan panjang jalan aspal ruas tersebut tidak bertambah dari posisi 91,75 kilometer.
Sementara itu, panjang kawasan hutan pada segmen Kenyam—Dekai sepanjang 10,61 kilometer belum akan berubah hingga akhir 2021.
Alhasil, panjang jalan aspal dan Jatap segmen tersebut tidak akan berubah, yakni masing-masing sepanjang 26,1 kilometer dan 181,19 kilometer.
Hedy menyatakan bahwa bertahannya status quo ruas Kenyam—Dekai disebabkan oleh pembakaran di Jalan Seradala—Dekai Kabupaten Yahukimo. Hedy melaporkan, kelompok separatis membakar basecamp konstruksi dan beberapa peralatan proyek.
“[Hal tersebut] mengakibatkan penghentian pekerjaan sementara dan evakuasi seluruh pekerja,” ucapnya.
Selain itu, Hedy menilai, pandemi Covid-19 juga menahan perkembangan konstruksi JTP pada tahun ini. Pasalnya, pemerintah memberlakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang juga membatasi peredaran logistik.
Selain pembatasan, menurutnya, beberapa titik konstruksi JTP juga dihentikan sementara lantaran banyak pekerja konstruksi yang terpapar Covid-19.
“Kendala dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi [tersebut] mengakibatkan terjadinya deviasi perkembangan [konstruksi] fisik dan [penyerapan] keuangan.”