Bisnis.com, JAKARTA — Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia yang berada di level kontraksi untuk bulan kedua berturut-turut menunjukkan keyakinan dunia usaha atas kepastian ekonomi belum membaik.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan angka PMI Agustus 2021 yang berada di angka 43,7 merupakan cerminan pembatasan kegiatan yang masih diberlakukan pemerintah.
"Ini bisa direfleksikan dengan PMI yang menuju kontraksi, menunjukkan bahwa dari sisi dunia usaha atau sektor riil, ada ketidakyakinan atas ketidakpastian ekonomi dalam satu dua bulan," katanya kepada Bisnis, Rabu (1/9/2021).
Secara tren, Ahmad juga memandang naik-turun angka PMI sepanjang tahun ini berbanding lurus dengan arah kebijakan pemerintah pada penanganan pandemi.
Sepanjang Semester I/2021, angka PMI terus berada di level ekspansi, sebelum terjun ke angka 40,1 pada Juli dari bulan sebelumnya 53,5.
Dia berharap untuk bulan-bulan mendatang, ketika ada perbaikan penanganan pandemi yang berimplikasi pada pelonggaran aktivitas ekonomi, angka PMI akan terus terdongkrak.
"Ketika kondisi Covid-nya membaik, jumlah yang terpapar semakin berkurang, ada kemungkinan untuk ekspansi lagi. Mudah-mudahan tidak ada gelombang-gelombang berikutnya," lanjut Ahmad.
Pada skenario optimistis jika pelonggaran diberlakukan dan tingkat vaksinasi terus melaju, tekanan pada ketenagakerjaan diharapkan juga melonggar.
Hal itu akan berdampak pada naiknya kepastian bagi dunia usaha sehingga mendorong ekspansi pada sisa tahun ini.
Adapun angka PMI di atas 50 menandakan sektor manufaktur dalam tahap ekspansif, sedangkan kurang dari 50 sebaliknya.
Dalam laporannya IHS Markit menilai bahwa pembatasan aktivitas melalui pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) membebani permintaan dan produksi. Permintaan asing terhadap barang buatan Indonesia pun menurun dalam kisaran yang lebih lambat pada Agustus 2021.