Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak Final UMK 1 Persen, Biro Perjalanan Was-Was

Penghapusan ketentuan pajak final senilai 0,5 persen dari penjualan bruto dalam RUU KUP dikatakan memberatkan pelaku UMKM.
Calon penumpang mencari informasi penerbangan di salah satu pameran wisata di Jakarta, Minggu (1/3/2020). /Bisnis-Arief Hermawan P
Calon penumpang mencari informasi penerbangan di salah satu pameran wisata di Jakarta, Minggu (1/3/2020). /Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah untuk menetapkan pajak final 1 persen terhadap pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) membuat was-was para pengusaha di sektor biro perjalanan dan pariwisata.

Sekjen DPP Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Bahriyansyah Momod mengatakan perasaan was-was tersebut terkait dengan sanksi yang dikenakan dalam beleid yang masih dibahas di DPR RI sejak sepekan terakhir.

Pada saat situasi yang belum bisa bergeliat, ujarnya, wacana perubahan dalam RUU baru itu membuat pelaku usaha agak syok. Tidak hanya menyoal pengenaan pajak final 1 persen. Namun, juga ketentuan sanksi yang menimbulkan kebingunan bagi pelaku UMKM yang masih berjuang keluar dari tekanan krisis akibat pandemi Covid-19.

Dengan kata lain, sebut Bahriyansyah, pelaku usaha tidak setuju dengan ketentuan bahwa penyidik pajak diberikan kewenangan untuk melakukan penangkapan. Pasalnya hal tersebut dinilai sangat kontraproduktif dengan upaya mengembangkan kegiatan usaha sektor UMKM di Tanah Air.

Perlu diketahui, pelaku UMKM menolak ketentuan dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang menerapkan pajak senilai 1 persen dari peredaran bruto terhadap pelaku usaha segmen tersebut. Beleid tersebut saat ini masih dibahas di DPR RI.

Penghapusan ketentuan pajak final senilai 0,5 persen dari penjualan bruto dalam RUU KUP dikatakan memberatkan pelaku UMKM. Hal tersebut dinilai harusnya tetap berpedoman kepada substansi PP No. 23/2018 tentang pajak penghasilan dengan perubahan tidak diberlakukannya batas waktu 3 sampai 7 tahun bagi usaha mikro dan kecil.

Di samping itu, aturan juga bertentangan dengan semangat UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Ketentuan yang demikian, lanjutnya, justru menjadi ancaman yang menyebabkan pelaku UMK mengalami demotivasi.

"Kami memerlukan iklim usaha yang sehat dan menciptakan kenyamanan berusaha, bukan yang menciptakan ketakutan," tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rahmad Fauzan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper