Bisnis.com, JAKARTA — Target lifting minyak dan gas bumi pada 2022 yang ditetapkan pemerintah dinilai masih realistis untuk dicapai. Namun, untuk bisa mencapainya perlu upaya lebih dari pemerintah maupun kontraktor.
Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro berpendapat mayoritas lapangan migas yang diandalakan Indonesia pada saat ini telah memasuki usia tua dan memiliki tren penurunan produksi dari tahun ke tahun.
Dari sisi bisnis, selain mengejar capaian volume, para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) memerhatingan perhitungan biaya produksi minyak per barel. Di lapangan migas yang tua, maka biaya produksi yang dibutuhkan lebih besar.
"Kalau dari aspek teknis masih sangat rasional 700.000–800.000 bopd, masih mungkin untuk dicapai tetapi dari aspek bisnis tentunya ada di harga kisaran berapa kalau bagus masih bisa didorong ke level atas," katanya kepada Bisnis, Kamis (26/8/2021).
Dia menuturkan, perlu komitmen yang besar dari pemerintah dan juga KKKS untuk mencapai target yang telah dicanangkan. Pasalnya, antara target pemerintah dan KKKS kerap tidak sejalan karena ada aspek bisnis di baliknya.
Oleh karena itu, guna menjaga keekonomian KKKS, pemerintah perlu dengan cermat memberikan paket insentif pada lapangan-lapangan tua agar target lifting bisa tetap dicapai.
"Saya kira pemerintah perlu aware untuk lapangan yang sudah mature, sering kali paket insentif kendala dan kunci kenapa dia [KKKS] tidak ditambah karena marginal cost lebih besar, maka dibutuhkan insentif fiskal, dan pemerintah perlu pro-aktif," jelasnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat bahwa target lifting migas pada 2022 dengan kondisi pandemi Covid-19 yang masih belum selesai, maka target yang ditetapkan realitis.
Mamit menuturkan, terdapat sejumlah wilayah kerja yang masih bisa digenjot produksi dari realisasi yang terhambat pada tahun ini seperti Blok Rokan dan Blok Cepu. Di samping itu, potensi peningkatan produksi lainnya masih bisa diupayakan dari KKKS-KKKS lain.
"Saya masih optimis harga minyak akan stabil terus karena perekonomian global akan kembali tumbuh seiring program vaksin yang sudah berjalan maksimal," jelasnya.