Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merevisi Peraturan Menteri terkait pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Terdapat sejumlah poin penting perubahan yang dinilai dapat mendorong akselerasi pemanfaatan PLTS atap.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, jumlah penambahan kapasitas PLTS atap yang belum sesuai target yang diharapkan menjadi salah satu dasar dan urgensi dilakukannya revisi Permen PLTS Atap.
"Lalu ada masukan dari stakeholder untuk meningkatkan keekonomian PLTS Atap. Ketentuan ekspor listrik belum menarik bagi calon konsumen PLTS Atap dan jangka waktu akumulasi selisih ekspor-impor energi listrik," ujar Dadan melalui keterangan tertulis, Kamis (26/8/2021).
Beberapa substansi pokok dalam revisi Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) antara lain:
a. perluasan pengaturan tidak hanya untuk pelanggan PLN saja, tetapi juga termasuk pelanggan di wilayah usaha non-PLN (Pemegang Wilayah Usaha);
b. ketentuan ekspor listrik ditingkatkan dari 65 persen menjadi 100 persen;
Baca Juga
c. kelebihan akumulasi selisih tagihan dinihilkan, diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan;
d. jangka waktu permohonan PLTS atap menjadi lebih singkat (5 hari tanpa penyesuaian Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dan 12 hari dengan adanya penyesuaian PJBL);
e. mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, dan pengawasan program PLTS Atap;
f. dibukanya peluang perdagangan karbon dari PLTS Atap; dan
g. Tersedianya pusat pengaduan PLTS Atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS Atap atau Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU).
"Pertimbangan kebijakan memutuskan nilai energi listrik yang diekspor oleh pelanggan PLTS Atap menjadi sebesar 100 persen nilai kWh Ekspor yang tercatat pada Meter kWh Ekspor-Impor dari semula hanya 65 persen, merupakan pemberian insentif yang lebih baik kepada masyarakat yang
memasang PLTS Atap. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan energi terbarukan dan penurunan gas rumah kaca sebagaimana komitmen Presiden RI pada Paris Agreement," kata Dadan.
Meski demikian, kata Dadan, nilai ekspor listrik ke PLN tidak pernah mencapai 100 persen karena produksi listrik dari PLTS atap akan digunakan terlebih dahulu oleh pelanggan PLTS atap dan bila ada kelebihan produksi listriknya baru di ekspor ke PLN.
Berdasarkan laporan pelaksanaan PLTS atap yang diterima dari PLN dan pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, energi listrik yang diekspor ke PLN oleh pelanggan PLTS atap sektor rumah tangga hanya sebesar 24-26 persen dan untuk sektor industri sebesar 5-10 persen dari jumlah energi yang diproduksi oleh PLTS atap.