Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut saat ini banyak Lembaga Sertifikat Produk (LSPro) yang kaleng. Salah satunya karena tak sedikit LSPro yang tidak memiliki laboratorium.
Agus menyebut dampaknya, tentu yang selama ini telah dikeluhkan pelaku industri yakni barang-barang impor sangat mudah membanjiri Indonesia.
"Pertahanan Indonesia dalam membendung produk luar negeri sangat lemah, kita telanjang. Selain itu, sekarang kita punya 69 LSPro tetapi banyak yang kaleng-kaleng. Mereka tidak punya laboratorium dan jumlahnya sangat banyak," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VII, Rabu (26/8/2021).
Untuk itu, Agus memaparkan saat ini sedang merumuskan Peraturan Menteri Perindustrian nanti yang mewajibkan seluruh LSPro memiliki laboratorium. Hal itu juga sebagai upaya perampingan agar LSPro yang ada lebih berkualitas.
Agus juga menyebut LSPro di Malaysia, Jepang India, China masing-masing hanya memiliki satu lembaga. Artinya, negara tersebut memiliki upaya dalam mempersulit importasinya.
"Sebenarnya banyak LSPro tidak masalah apalagi yang masih dalam tahap investasi untuk pengembangan laboratoriumnya," ujarnya.
Baca Juga
Selanjutnya Agus memaparkan mengenai aturan SNI wajib yang mana di Uni Eropa ada 4.004, Amerika Serikat 1.405, China 1.170, Thailand 585, Filipina 250, dan Malaysia 227. Sementara, Agus sangat menyayangkan Indonesia hanya memiliki 172 SNI.
"Sekali lagi kita telanjang dalam hal ini, makanya gampang sekali produk-produk negara lain masuk ke Indonesia," kata Agus.
Namun, lanjut Agus, untuk membenahi kebijakan SNI Kemenperin tidak bisa melakukan sendiri atau membutuhkan kerjasama dengan kementerian dan lembaga lain.
Terakhir, Agus juga membeberkan mengenai kelemahan pada trade remedies atau pengamanan perdagangan di Indonesia dalam kebijakan safeguard.
Agus mencatat safeguard di China ada 1.020 jenis, Thailand 226 jenis, Filipina 307 jenis, sedangkan di Indonesia hanya ada 102. Begitu pula kebijakan antidumping, di India ada 280 produk yang diproteksi, di Filipina 250, sedangkan di Indonesia hanya 48 produk.
"Meski dalam hal ini kami juga harus berhati-hati, karena Kemenperin mengurus seluruh sektor industri dari hulu, intermediate, hingga hilir. Artinya, keseimbangan kinerja ketiga sektor itu harus dijaga dengan baik, di mana safeguard produk hulunya tidak boleh mengganggu hilir," kata Agus.