Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) memaparkan kondisi industri selama pandemi cukup sulit dan membuat persaingan semakin ketat.
Apalagi dengan struktur industri yang saat ini 95 persen masih harus mengimpor bahan baku obat (BBO).
Ketua Komite Pengembangan Perdagangan dan Industri Bahan Baku GPFI Vincent Harijanto mengatakan selama pandemi peningkatan hanya terjadi pada obat Covid-19 yang jumlahnya hanya sekitar 20 item, sedangkan obat umum berjumlah lebih dari 250 item.
Belum lagi, pada masa pandemi selain masyarakat yang takut ke rumah sakit atau klinik tak sedikit pula dokter yang khawatir menerima pasien.
"Akibatnya produksi obat berkurang, serapan bahan baku pun berkurang yang akhirnya berdampak pada PBFBO [Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat]. Belum lagi dengan kondisi sulit banyak industri yang langsung melakukan impor sendiri dari produsen BBO di China atau India," katanya dalam webinar, Rabu (25/8/2021).
Adapun Vincent menyebut pasar BBO di Indonesia saat ini berkisar 20 persen dari total pasar industri farmasi. Artinya, jika pasar industri farmasi saat ini sekitar Rp75 triliun maka BBO saja mencapai Rp15 triliun.
Meski demikian, Vincent menyebut dalam kondisi yang sulit PBFBO di Indonesia masih saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan yang ada. Apalagi isu kesulitan kontainer dan kenaikan logistik juga turut dirasakan industri farmasi saat ini.
Sebelumnya, lembaga IQVIA mencatat hingga kuartal I/2021 kinerja industri farmasi minus 12,6 persen.
Ketua Umum Pharma Materials Management Club (PMMC) Kendrariadi Suhanda mengatakan penurunan paling dalam terjadi pada obat resep branded 14,3 persen untuk produksi lokal dan 13,7 persen untuk merk luar.
"Memang jika dibandingkan dengan berbagai data publik selama ini sangat berbeda karena kami sudah dianggap sektor yang mengalami pemulihan padahal kami tidak merasa begitu. Farmasi bahkan juga diproyeksikan akan tumbuh double digit atau di atas 10 persen tahun ini," katanya.