Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memperkenalkan metode Land-Use Conflict Identification Strategy (LUCIS) sebagai upaya untuk menyelesaikan dan mencegahkan konflik pertanahan.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra mengatakan bahwa LUCIS dikembangkan oleh Margaret Carr dan Paul Zwick di University of Florida untuk menyelesaikan persoalan sengketa tanah.
Dia menuturkan, Dalam penerapannya, LUCIS menggunakan metode berbasis sistem informasi geospasial untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan.
Metode tersebut nantinya akan mengombinasikan penataan ruang dengan pengetahuan penatagunaan tanah untuk menjadi dasar kegiatan reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria.
“Model LUCIS ini akan mengidentifikasi potensi konflik akan terjadi di mana. Misalnya, dalam pembangunan infrastruktur, namun dalam suatu wilayah terdapat pemukiman masyarakat, lalu juga ada penguasaan fisik tanah dalam waktu yang cukup lama. Melalui model ini akan dapat diidentifikasi potensi konfliknya terlebih dahulu,” katanya dikutip Selasa (24/8/2021).
Menurut Surya, LUCIS mengidentifikasi setidaknya empat faktor penyebab terjadinya konflik agraria, yakni perencanaan non-partisipatif, top down initiative, inkonsistensi pelaksanaan regulasi, serta adanya missing link pada penyusunan regulasi.
Meski telah memperkenalkan LUCIS, Surya tetap menekankan pentingnya pencegahan sengketa dan konflik melalui kolaborasi atau kerja sama antarlembaga.
Kementerian ATR/BPN sendiri mengidentifikasi sejumlah penyebab munculnya sengketa dan konflik pertanahan, yakni belum optimalnya kebijakan satu peta, belum tertibnya administrasi pertanahan, dan keterbatasan anggaran untuk mengolah surat tanah.
Surya menjelaskan, saat ini memang belum ada pengelolaan plotting/pemetaan bidang tanah di suatu desa, namun upaya penyelesaiannya sedang dilakukan melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Efek dominonya adalah sengketa dan konflik pertanahan,” katanya.