Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Kurangi Pendapatan PLN, PLTS Atap Bisa Kurangi Subsidi Listrik

Pemanfaatan PLTS atap bisa menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik sebesar Rp12,61 per kWh, sehingga berpotensi mengurangi subsidi listrik senilai Rp0,9 triliun dalam setahun, termasuk dana kompensasi yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp2,7 triliun.
Ilustrasi pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pondok pesantren Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Wali Barokah di Kota Kediri, Jawa Timur./ANTARA - Prasetia Fauzani
Ilustrasi pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pondok pesantren Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Wali Barokah di Kota Kediri, Jawa Timur./ANTARA - Prasetia Fauzani

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai akselerasi pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap bisa mengurangi anggaran subsidi listrik dan mendorong investasi, meski berpotensi mengurangi pendapatan PT PLN (Persero).

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa pihaknya menargetkan pemanfaatan PLTS atap hingga 3,6 gigawatt (GW) sampai dengan 2025.

Dia menuturkan, pencapaian target itu juga berpotensi untuk mengurangi pendapatan PLN, karena masyarakat beralih menggunakan PLTS atap dan memproduksi listrik sendiri.

“Dalam setahun, kami hitung kalau 3,6 GW masuk terjadi potensi pengurangan pendapatan PLN Rp5,7 triliun. Ini bukan kerugian ya,” katanya dalam acara Green Talk: Gotong Royong Mendorong Energi Surya, Senin (23/8/2021) malam.

Meski begitu, Dadan menyampaikan, pemanfaatan PLTS atap bisa menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik sebesar Rp12,61 per kWh, sehingga berpotensi mengurangi subsidi listrik senilai Rp0,9 triliun dalam setahun, termasuk dana kompensasi yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp2,7 triliun.

Selain itu, menurut Dadan, akselerasi pemanfaatan PLTS atap juga akan mendorong masuknya investasi hingga Rp64 triliun untuk 3,6 GW PLTS atap, dan potensi bisnis baru untuk pengadaan meter kWh ekspor-impor senilai Rp2 triliun sampai Rp4 triliun.

Tumbuhnya pasar PLTS atap juga akan mendorong berkembangnya industri hulu PLTS, sehingga harga pembangkit listrik itu semakin bersaing di dalam negeri.

“Selain itu, terjadi penghematan konsumsi batu bara sekitar 3 juta ton. Ini bisa diekspor dan jadi ada pendapatan [negara] lain,” katanya.

Saat ini, Kementerian ESDM tengah merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49/2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk mendorong akselerasi pemanfaatan PLTS atap.

Revisi Permen ini telah selesai melewati proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan tinggal menunggu persetujuan dari Presiden.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper