Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sudah Naik 7 Persen, Stafsus Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Masih Bisa Bertumbuh

Indonesia belum mencapai potensialnya. Jadi meski pun tumbuh 7 persen, kita masih ada space [ruang] untuk tumbuh lebih tinggi. Karena kalau perekonomian sudah mencapai dekat dengan optimal level dari penggunaan resources, maka inflasi itu biasanya tinggi.
Siluet gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Siluet gedung-gedung bertingkat di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mencapai level potensialnya, meski pun melonjak tinggi di kuartal II/2021 sebesar 7,07 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Hal itu, kata Masyita, terlihat dari inflasi dalam negeri yang masih cukup stabil meski pun pertumbuhan ekonomi mengalami rebound dari kontraksi cukup dalam di kuartal kedua tahun 2020 sebesar -5,32 persen (yoy).

“Indonesia belum mencapai potensialnya. Jadi meski pun tumbuh 7 persen, kita masih ada space [ruang] untuk tumbuh lebih tinggi. Karena kalau perekonomian sudah mencapai dekat dengan optimal level dari penggunaan resources, maka inflasi itu biasanya tinggi,” tutur Masyita pada webinar LM FEB UI (IMD Partner): Peringkat Daya Saing Indonesia 2021, Kamis (19/8/2021).

Meski begitu, Masyita menambahkan di negara-negara berkembang, hal itu terkadang tidak berkaitan dengan potential growth, namun lebih berkaitan dengan manajemen logistik atau distribusi barang dan jasa.

Di Indonesia, Masyita menyebut pemerintah turut berusaha memastikan barang dan jasa memiliki harga yang terjangkau bagi seluruh masyarakat, di tengah tekanan pendapatan.

Berbeda dengan Indonesia, Amerika Serikat (AS) mencatat inflasi yang tinggi seiring dengan pemulihan ekonomi yang pesat. Indeks Harga Konsumen (IHK) AS Juli 2021 menunjukkan adanya inflasi sebesar 5,4 persen secara tahunan (yoy).

Masyita menyebut perlunya antisipasi terhadap pemulihan ekonomi yang pesat, khususnya di AS, yang dibarengi oleh tingginya inflasi. Pasalnya, seperti diketahui, inflasi tinggi di AS dapat memicu kebijakan moneter bank sentral yaitu tapering, yang turut diantisipasi oleh berbagai negara khususnya emerging markets (negara berkembang).

“Pada saat ekonomi sudah mulai rebound, biasanya akan terlihat dari inflasi yang tinggi. Ini sebetulnya perlu diantisipasi dalam pemulihan ekonomi yang cepat seperti di AS, salah satunya rebound dari inflasi yang tinggi,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper