Bisnis.com, JAKARTA – Upaya mendapatkan tarif tes PCR yang lebih murah lewat kajian impor alat tes oleh Kamar Dagang dan Industri bersama dengan Indonesia National Air Carriers Association (INACA) berdampak positif bagi penumpang transportasi udara, meski tidak serta merta mendorong permintaan.
Pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman mengatakan dengan semakin murahnya tarif tes akan semakin baik dalam mengurangi biaya bagi penumpang domestik.
Gerry mencontohkan bahwa negara lain hanya menerapkan syarat tes PCR bagi perjalanan internasional. Sementara itu, di Eropa juga tidak menggunakan PCR testing untuk penerbangan intra-Eropa. Malahan, kata dia, tes antigen baru akan diuji coba di beberapa negara.
Menurutnya kapasitas tes PCR lebih baik digunakan untuk penanganan pandemi sedangkan untuk bepergian dalam negeri, semua moda transportasi sebaiknya menggunakan tes Antigen saja.
Sejauh ini, Gerry juga masih tidak memahami alasan dibalik berbedanya kebijakan persyaratan bagi penumpang pesawat dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.
“Tapi ujung-ujungnya, selama kebijakan yang diskriminatif ini masih berlaku bagi penumpang pesawat. Tentunya langkah untuk meminimalisir biaya pagi penumpang sangatlah baik,” ujarnya, Minggu (15/8/2021).
Gerry berpendapat dengan jenis virus yang penyebarannya sama, di pesawat justru lebih rendah tingkat eksposurnya karena waktu tempuh perjalanan lebih cepat.
“Bagi transportasi, yang penting bukannya mengetahui apakah penumpangnya membawa virusnya atau tidak, tetapi ke apakah penumpangnya sedang menular atau tidak, dan apakah sedang menular atau tidak ini pakai antigen testing bukan PCR,” imbuhnya.
Pemerhati penerbangan Alvin Lie juga menuturkan aspek yang wajib diperhatikan selama melakukan perjalanan adalah tes PCR yang ada harus di jejaring Kemenkes yang terhubung ke Peduli Lindungi.
Baca Juga
Dengan demikian, kata dia, tes PCR tsb tetap harus dilaksanakan oleh klinik atau Rumah Sakit/ Laboratorium yang berada dalam jejaring Kemenkes kendati nantinya bahannya berasal dari INACA dan Kadin.
Saat ini sejumlah maskapai seperti Lion Group juga sudah mengadakan sendiri bahan tes PCR bahkan menyelenggarakan sendiri tes PCR dengan biaya Rp475.000. Dengan besaran tarif tersebut, Lion Group tidak merugi.
Selain PCR, lanjutnya, tantangan bagi pelaku perjalanan adalah kewajiban vaksinasi sedangkan pemerintah masih hadapi kendala pengadaan dan distribusi vaksin. Hal ini tentunya mempersempit populasi yang berpotensi jadi pengguna jasa penerbangan.
Dengan demkian tantangan kedepan industri penerbangang tidak hanya berkaitan dengan tingginya tarif PCR. “Walau demikian langkah INACA patut diapresiasi sbg upaya nyata utk mencarikan solusi bagi maskapai,” jelasnya.
Adapun, Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menuturkan tengah menjajaki kerjasama impor alat tes PCR/Swab di beberapa negara produsen PCR untuk mendapatkan yang berkualitas baik tetapi dengan harga yang lebih murah.
Denon yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan menjelaskan pencarian PCR murah tersebut dilatarbelakangi masih mahalnya tes PCR di Indonesia, padahal tes PCR menjadi salah satu syarat bagi masyarakat untuk naik pesawat terbang.
"Kami mendapatkan banyak keluhan dari masyarakat yang intinya menyatakan bahwa harga tes PCR di sini masih mahal, bahkan bisa lebih mahal dari harga tiket pesawat. Untuk itu kami berusaha mencari perangkat tes PCR yang harganya murah dengan kualitas baik dan nantinya dapat membantu meringankan beban masyarakat yang ingin terbang," terangnya.
Nantinya, lanjut Denon, apabila sudah mendapatkan produsen yang dapat memasok dengan tarif lebih murah, perangkat tes PCR tersebut akan didistribusikan ke bandara-bandara dan tempat-tempat lain.
Dengan demikian proses testing PCR pada masyarakat yang ingin terbang naik pesawat bisa berlangsung lebih cepat, praktis dan tentu saja biayanya lebih murah.
Denon menyatakan ada beberapa negara produsen yang sedang didekati untuk impor PCR tersebut. Seperti misalnya India, Jepang dan beberapa negara lain.