Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menjanjikan peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan atau EBT sebesar 17 persen pada 2030 dari yang saat ini hanya 1 persen untuk memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Fajriyah Usman, Pjs. Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relation Pertamina, mengatakan bahwa komitmen meningkatkan pemanfaatan EBT sebesar 17 persen pada 2030 telah dirumuskan menjadi Program Green Energy Transition di Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) perusahaan.
“Sebagai BUMN yang berperan mengelola energi nasional, Pertamina telah mengantisipasi pergeseran konsumsi energi melalui 8 inisiatif strategis untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi dengan mendorong terus tumbuhnya EBT,” ujar Fajriyah, Jumat (13/8/2021).
Untuk memuluskan pemanfaatan EBT, Fajriyah menyebut, Pertamina akan mengalokasikan 9 persen Capexnya sepanjang 2020–2024.
“Untuk keseluruhan inisiatif strategis untuk EBT ini, Pertamina akan mengalokasikan sekitar 9 persen dari total Capex pada 2020–2024. Nilai ini lebih tinggi dari investasi EBT perusahaan energi internasional yang rata-rata hanya sebesar 4,3 persen,” jelasnya.
Fajriyah menuturkan, ada delapan inisiatif transisi energi yang sedang dijalankan Pertamina, yakni peningkatan kapasitas panas bumi. Total kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja Pertamina Geothermal Energy (PGE) tahun ini adalah 1.877 megawatt (MW), yang terdiri dari 672 MW yang dioperasikan langsung oleh perusahaan, dan 1.205 MW dioperasikan melalui Joint Operation Contract (JOC).
Targetnya, pada 2030 total kapasitas terpasang panas bumi bisa mencapai 2.745 MW.
Kedua, untuk mengoptimalkan wilayah kerja geothermal, PGE yang mengelola 15 wilayah kerja telah memulai inisiatif pemanfaatan green hydrogen yang akan menggunakan listrik dari lapangan geothermal Pertamina dengan total potensi 8.600 kilogram hidrogen per hari.
“Dari hasil kajian awal ditemukan bahwa Wilayah Kerja Geothermal Ulubelu mempunyai fluida panas bumi yang didominasi oleh air dan uap panas dan cocok untuk pengembangan energi tersebut. Saat ini inisiasi pembangunan Green Hydrogen Plant dengan kapasitas 22–100 kilogram per hari sedang direncanakan, dengan target operasi di 2022,” tuturnya.
Kemudian, Pertamina juga ikut berpartisipasi dalam Joint Venture (JV) Indonesia Battery Company yang akan memproduksi baterai 140 GWh pada 2029, dan di saat bersamaan juga mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), termasuk bisnis swapping and charging.
Wujud inisiasi strategis itu, kata Fajriyah, terlihat dari hadirnya pilot project Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di 6 lokasi Jakarta dan Tangerang.
Upaya meningkatkan pertumbuhan EBT juga didorong Pertamina dengan pembangunan pabrik metanol untuk gasifikasi dengan kapasitas 1000 ktpa yang rencananya on stream pada 2025, serta pembangunan green refinery dengan kapasitas 6–850 ktpa pada 2025.
menurutnya, Pertamina juga menyadari bahwa di masa depan konsumsi energi didominasi oleh listrik. Oleh karena itu, melalui anak usahanya Pertamina Power & NRE, perusahaan terus meningkatkan kapasitas pembangkit yang ditargetkan pada mencapai 10 GW pada 2026.
Beberapa pembangkit yang mengandalkan EBT, yakni pengembangan biomassa/biogas dengan kapasitas 153 MW, bio blending gasoline dan gasoil, biocrude dari alga dan Etanol 1,000 ktpa akan on stream pada 2025.
Inisiatif EBT lain yang dijalankan Pertamina juga mengarah pada pengembangan dimethyl ether (DME) dengan kapasitas 5200 ktpa. Pabrik pengolahan batubara menjadi LPG tersebut rencananya akan beroperasi pada 2025.
Pengembangan di sektor EBT ini juga dilakukan Pertamina sepanjang 2020 hingga 2026 dengan meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit dari sumber energi lain yang ada di Indonesia, meliputi solar PV 4 sebesar 910 MW, bayu 225 MW, dan hidro 400 MW.
Sebagai bentuk dukungan terhadap langkah Pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, Pertamina juga telah menerapkan circular carbon economy di beberapa area dengan melakukan pola 3R, yakni recycle (biomassa dan biogas), reduce (solar PV, EV, LNG bunkering) dan reuse (CCUS untuk CO2-EOR, CO2-EGR dan pemanfaatan CO2 menjadi metanol).