Bisnis.com, SEMARANG - Hari kedua perjalanan tim Jelajah Kereta Api Bisnis Indonesia menginjakkan kaki di Stasiun Semarang Tawang, Kota dimana moda transportasi kereta api lahir di bumi pertiwi.
Bangunan bersejarah Stasiun Semarang Tawang menyambut derap langkah tim. Menelisik lebih dalam lagi ke belakang, Stasiun Semarang Tawang ini memang dibangun khusus untuk melayani penumpang.
Dibangun oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), Stasiun Semarang Tawang diproyeksikan menjadi stasiun khusus untuk melayani penumpang lebih banyak.
Tepatnya 1911 lalu, peletakan batu pembangunan Stasiun Semarang Tawang dilakukan oleh Anna Wilhelmina van Lennep, putri Kepala Teknisi di NISM. Setelah itu, Stasiun Tawang dirancang oleh arsitek Belanda Sloth-Blauwboer dan diresmikan pada tanggal 1 Juni 1914.
Mulanya, sebelum Stasiun Semarang Tawang berdiri kokoh, pusat kegiatan perkeretaapian, baik pelayanan angkutan penumpang dan barang terpusat di Stasiun Kemijen yang terletak di selatan Stasiun Semarang Gudang.
Pembangunan pertamanya oleh oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda, Mr. L. A. J Baron sloet Van den Belee pada tahun 1864.
Pembangunan jalur kereta api dengan lebar sepur 1435 mm ini dilaksanakan oleh NISM lintas Tanggung-Kemijen berhasil dirampungkan pada 10 Agustus 1867.
Selanjutnya, NISM melanjutkan pembangunan jalur kereta api ke daerah Vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta) dan selesai tahun 1872.
Angkutan kereta api oleh NISM relasi Semarang-Solo-Yogyakarta terus diminati, stasiun yang dioperasikan oleh NISM lintas Semarang-Solo-Yogya ramai pengguna, terutama diperuntukan bagi angkutan gula.
Bisnis angkutan barang dari hasil panen perkebunan di wilayah Vorstenlanden memberi pemasukan berlebih untuk NISM. Kegiatan administrasi kantor pusat NISM di stasiun pun semakin sibuk. Stasiun Samarang menjadi lebih ramai dengan jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta api.
Karena selain untuk kereta api barang, Stasiun Samarang sejak awal juga melayani penumpang antar kota. Sayangnya Stasiun Samarang dulu dibangun di bekas tanah rawa. Genangan banjir sering melanda areal stasiun apabila terjadi pasang air laut. Untuk mengatasi hal itu direksi sepakat memindahkan kantor pusat dan memisahkan pelayanan penumpang dan barang melalui dua stasiun. Kantor Pusat NISM yang baru dipilih pada lokasi sebidang tanah luas yang waktu itu masih di pinggir kota.
Untuk meningkatkan pelayanan serta menampung jumlah penumpang lebih banyak, NISM membangun sebuah stasiun baru: Stasiun Tawang. Stasiun ini saat itu menjadi stasiun angkutan penumpang sedangkan Stasiun Samarang kemudian dikhususkan sebagai stasiun bongkar muat barang.
Stasiun Semarang Tawang ini berlokasi strategis saat itu, namun wilayah di utara Kota Lama Semarang ini masih berupa rawa dengan tanah yang labil. Untuk mengatasi hal tersebut, sebelum dilaksanakan pembangunan dilakukan pemadatan tanah menggunakan lempengan pelat beton selama berbulan-bulan.
Bangunan stasiun didirikan menggunakan konstruksi beton bertulang. Bentuk bangunan stasiun memanjang sekitar 168/175 meter, terdiri atas bagian utama di tengah sebagai vocal point yang dibuat lebih tinggi. Bangunan utama tersebut memiliki kubah besar berbentuk persegi yang atapnya ditutup dengan lapisan tembaga. Di dalam bangunan utama stasiun merupakan hall dengan langit-langit tinggi yang di sangga oleh empat kolom utama, sepintas mirip dengan bagian tengah pendopo joglo (rumah adat Jawa).
Interior hall Semarang Tawang dihiasi relief perunggu karya pemahat Willem Brouwer dari Leiderdorp. Di dalam hall terdapat tiga buah konter loket guna penumpang membeli tiket kereta api.
NISM juga menyediakan sebuah kios besar yang menjual koran dan buku di sekeliling atap kubah terdapat jendela yang memberikan pencahayaan untuk hall, sehingga memperkuat kesan megah pada ruangan.
Selain itu, jendela pada sekeliling kubah digunakan juga sebagai ventilasi udara. Pencahayaan juga didapatkan dari jendela pada fasad bangunan utama yang terpasang kaca dari perusahaan J. H. Schouten di Den Haag.
Sementara itu, di kedua sisi bangunan utama terdapat konstruksi besi berbentuk pelana buatan Werkspoor, Amsterdam. Atap bangunan tersebut ditutupi dengan genteng buatan Stoom Pannen fabriek van Echt. Sayap bangunan bagian kanan merupakan ruang tunggu kelas satu, ruang kepala stasiun, ruang sinyal serta ruang operasional.
Sedangkan sayap kiri digunakan sebagai ruang tunggu kelas dua dan tiga yang pada masa kolonial diperuntukan bagi pribumi. Di ruang tunggu penumpang
Kepala Daop 4 Semarang Pramudyo memastikan Stasiun Semarang Tawang saat ini masih identik sama dengan Semarang Tawang jaman dulu.
Secara keseluruhan, bangunan bersejarah yang menjadi saksi perkeretaapian di tanah air ini masih terpelihara 90 persen.
"90 persen masih sama, hanya mungkin perubahan sedikit dari cat," kata Wisnu. (K34)