Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengalokasikan tambahan suplai obat terapi Covid-19 secara bertahap sampai dengan akhir Agustus 2021. Upaya tersebut menjadi angin segar di tengah persoalan ketersediaan obat terapi pasien Covid-19 di Tanah Air.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk penanganan Covid-19 Siti Nadia Tarmidzi mengatakan pemerintah telah melakukan komunikasi dengan sejumlah negara yang berpotensi menjadi memasok obat terapi Covid-19 ke Tanah Air. Sejumlah negara tersebut antara lain; China, India, Bangladesh, dan Iran.
Berdasarkan data Kemenkes yang diperoleh Bisnis.com, potensi obat yang akan disuplai melalui mekanisme impor tersebut terdiri atas Redemsivir sebanyak 8.200 vial dari China, dari India 50.000 vial, dan Bangladesh sebanyak 50.000 vial.
Kemudian, Tocilizumab (Actempra) potensi suplai datang dari China sebanyak 7.558 vial, Iran 130.500 vial (donasi 30.500 vial dan PemRI sebanyak 100.000. Lalu untuk jenis obat terapi Covid-19 IVIg (Gammaraas) dari China sebanyak 120.208 vial.
Total, tambahan impor obat terapi Covid-19 sampai dengan akhir Agustus 2021 sebanyak 108.200 vial untuk jenis Remdesivir, 138.058 vial untuk Tocilizumab 400mg/20ml, dan 120.208 vial untuk IVIg 5% 50mg.
Adapun, beberapa jenis obat lain yang tengah diupayakan pengadaannya, antara lain Baricitnib sebanyak 140.000 tablet serta Bamlanvimab dan Etesevimab sebanyak 30.000 vial.
Baca Juga
Nadia mengungkapkan hal yang menjadi masalah saat ini adalah kebutuhan obat meningkat dari 5 kali menjadi 12 kali dalam 3 pekan terakhir. Kebutuhan pun dikatakan tidak mungkin bisa terpenuhi segera mengingat semua negara memerlukan jenis obat yang sama sementara produsen terbatas.
"Pemerintah mendorong produksi dalam negeri untuk obat-obat seperti Azithromycin dan Favipiravir. Pemerintah juga mengupaykan percepatan impor dan mencari dari berbagai sumber serta memasukan dalam mekanisme impor negara," ujar Nadia kepada Bisnis.com, Senin (26/7/2021).
Sementara untuk Tocilizumab yang persediaannya tengah kosong, Nadia menjelaskan persediaan obat tersebut juga tidak banyak secara global. Sebab, obat tersebut diproduksi secara tunggal untuk perusahaan asal Swiss, yakni Roche.
Tantangannya sekarang adalah, sambung Nadia, kalau produsennya hanya satu, pabriknya 1, dan kapasitas produksinya terbatas. Dengan demikian semua negara akan berebut untuk mendapatkan pasokan Tocilizumab.
"Jadi, hal yang paling bisa kita lakukan adalah meminta negara-negara yang punya stok tapi tidak terlalu membutuhkan bisa mengirimkan ke Indonesia," ujarnya.