Bisnis.com, JAKARTA—Ulah mafia tanah di Indonesia hingga kini masih sangat meresahkan. Tak sedikit kerugian materi dirasakan oleh masyarakat yang menjadi korban karena terjebak oleh berbagai macam modus operasi mafia tanah.
Maraknya persoalan yang melibatkan mafia tanah pun membuat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan imbauan agar masyarakat waspada dengan modus yang dilakukan oleh para pelaku.
Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN Daniel Adityajaya mengatakan bahwa modus operandi atau teknik cara-cara beroperasi yang dipakai oleh pelaku mafia tanah saat ini cukup beragam.
Modus tersebut, antara lain melakukan pemalsuan dokumen (alas hak), pendudukan legal/tanpa hak (wilde occupatie), mencari legalitas di pengadilan, rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, kejahatan (penggelapan dan penipuan) korporasi, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, serta hilangnya warkah tanah.
“Salah satu contoh kasus yang terjadi dalam praktik mafia tanah, yaitu memprovokasi masyarakat, petani atau penggarap untuk mengokupasi atau mengusahakan tanah secara ilegal di atas perkebunan HGU, baik yang akan berakhir maupun yang masih berlaku,” katanya dalam siaran pers, Rabu (21/7/2021).
Selain itu, ada juga kasus pemalsuan dokumen terkait tanah, seperti eigendom, girik, surat keterangan tanah, SK redistribusi tanah, serta tanda tangan surat ukur.
Daniel menuturkan, aksi mafia tanah tidak jauh dari persoalan sengketa dan konflik. Mafia tanah juga biasanya menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, dan umumnya dilakukan oleh sekelompok orang secara terencana, rapi, dan sistematis.
“Jika para pelaku tidak memiliki cara yang terencana, rapi, dan sistematis, maka tidak mungkin bisa masuk ke dalam kategori mafia, sehingga ini diperlukan keahlian tersendiri. Maka Kementerian ATR/BPN melakukan penanganan yang serius dalam memberantas mafia tanah tersebut,” tuturnya.
Menurutnya, beberapa faktor kemunculan mafia tanah adalah legalitas tanah tidak dapat diperbaharui, tanah memiliki nilai ekonomis yang tinggi, serta keberadaan tanah yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Dalam menyikapi permasalahan yang terjadi terkait mafia tanah tersebut, Kementerian ATR/BPN sendiri akan mengambil tindakan cepat dan bekerja sama dengan lembaga hukum terkait.
Selain itu, Kementerian juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) AntiMafia Tanah untuk menumpas kelompok yang merugikan itu dari Indonesia.
“Hal ini tentunya menjadi fokus utama bagi Kementerian ATR/BPN, dimulai dengan adanya MoU antara Kementerian ATR/BPN dan Polri di 2017, dan nanti akan dilakukan juga MoU dengan Kejaksaan Agung yang secara umum bekerja sama di bidang pertanahan dan tata ruang, yang kini diperkuat dengan terbentuknya Satgas Mafia Tanah,” ucapnya.