Bisnis.com, JAKARTA – Pasar sapi potong pada Iduladha kali ini diperkirakan tidak akan seramai tahun-tahun sebelumnya. Pelaku usaha harus menghadapi margin yang makin mengecil di tengah melemahnya permintaan hewan kurban.
Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro mengatakan penurunan permintaan bisa lebih besar dari 10 persen seperti yang diramal pemerintah. Hal ini setidaknya terlihat dari stok di pedagang yang masih cukup besar meski perayaan Iduladha makin dekat.
“Saat injury time ini kami harap-harap cemas. Di kota-kota besar saya mendapat laporan pasokan masih besar meski stok sudah dikurangi. Dari yang awalnya 300 ekor sapi, kini dikurangi jadi 200 ekor, tetapi masih ada yang separuhnya belum terjual,” kata Nanang, Jumat (16/7/2021).
Nanang mengatakan hal ini tidak terlepas dari melemahnya daya beli masyarakat dan terhambatnya mobilitas selama PPKM Darurat. Omzet penjualan hewan kurban diperkirakan bisa terkoreksi sampai 60 persen sebagai imbas dari permintaan yang turun serta margin keuntungan yang berkurang.
Nanang mengatakan harga sapi lokal cenderung bergerak naik sejak akhir tahun lalu sebagai imbas dari tingginya harga sapi eks-impor. Dia mengatakan harga tinggi sapi bakalan asal Australia membuat pelaku usaha enggan mendatangkan hewan ternak tersebut untuk digemukkan. Akibatnya, permintaan sapi lokal meningkat dan berpengaruh pada populasi.
Pada akhir 2020, harga sapi lokal masih berada di kisaran Rp43.000 sampai Rp45.000 per kilogram hidup. Kini harga telah menyentuh Rp47.000 sampai Rp50.000 per kilogram hidup. Nanang mengatakan harga pakan dan biaya operasional yang tinggi turut memengaruhi harga akhir sapi potong.
Baca Juga
“Harga sudah tinggi karena naiknya biaya pakan dan operasional ditambah dengan permintaan yang lemah membuat kami akhirnya mempersempit margin keuntungan,” kata dia.
Terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong (Gapuspindo) Joni P. Liano mengemukakan beberapa perusahaan anggota asosiasi menyediakan sapi kurban yang berasal dari sapi bakalan eks-impor. Berbeda dengan sapi lokal, sapi eks-impor untuk kurban hanya diperkenankan dipotong di rumah pemotongan hewan (RPH).
“Namun permintaan sendiri memang lebih banyak sapi lokal. Di feedloter 20 sampai 30 persen sapi yang digemukkan adalah sapi lokal. Karena persyaratan sapi eks-impor harus dipotong di RPH, konsumen kurang berkenan meski hewannya laik. Banyak yang merasa afdal jika dipotong di lokasi kurban,” ujar Joni.
Dia mengatakan harga sapi bakalan Australia masih stabil tinggi dan belum memperlihatkan penurunan. Joni menjelaskan harga sapi bakalan saat tiba di Indonesia masih berada di kisaran Rp56.000 sampai Rp57.000 per kg hidup saat tiba di Indonesia. Sementara harga final sapi setelah digemukkan menjadi Rp50.000 sampai Rp53.000 per kg hidup.
“Stok di Australia masih sangat terbatas dan permintaan dari negara lain seperti Vietnam dan China relatif meningkat. Karena itu kami harap pemerintah segera membuka izin impor dari Brasil sebagai alternatif agar usaha penggemukan bisa berlanjut,” katanya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), impor sapi bakalan jantan dengan kode HS 01022919 mengalami kenaikan dari US$134,58 juta pada periode Januari–Mei 2020 menjadi US$165,72 juta. Meski secara nilai naik, terdapat penurunan volume impor, dari 49.206 ton pada Januari–Mei 2020 menjadi 44.576 ton pada 2021.