Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Tax Centre Universitas Indonesia (UI) Vid Adrison menilai rencana menaikkan tarif pajak dapat menuai dampak negatif dari Wajib Pajak (WP) untuk tidak taat dalam membayar kewajibannya.
Menurut Vid, rekaksi negatif dari WP terhadap peningkatan tarif turut disebabkan oleh ironi bahwa pada waktu yang sama, masih banyak orang yang belum masuk ke sistem pajak atau terdaftar sebagai WP meskipun memenuhi syarat.
Vid menyebut apabila otoritas perpajakan lebih fokus pada meningkatkan tarif pajak terhadap orang-orang yang masuk dalam sistem pajak (WP), maka potensi untuk terjadinya tax evasion, atau pengelappan pajak secara ilegal, jauh lebih besar.
“Kenapa? Saya dulu dipajaki [PPN] 10 persen, sekarang ada pemajakan yang lebih tinggi, jadi beban pajak saya lebih tinggi. Tapi di sisi lain masih banyak orang yang tidak memiliki NPWP atau tidak bayar pajak,” jelas Vid pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Komisi XI DPR RI secara virtual, Senin (12/7/2021).
Selain itu, Vid menyebut hingga saat ini belum ada implikasi yang signifikan bagi orang-orang yang masih berada di luar sistem pajak, atau belum membayar pajak. Maka itu, peningkatan tax rate, katanya, dapat mengakibatkan motivasi orang untuk tidak patuh pajak bisa semakin tinggi.
Adapun, pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pengenaan PPN terhadap sejumlah barang dan jasa yang sebelumnya dikecualikan. Hal tersebut tertuang dalam RUU KUP yang kini telah digodok oleh pemerintah dan DPR.
Baca Juga
Vid menilai apabila pemerintah ingin menaikkan tarif pajak, maka terdapat sejumlah hal yang perlu dilakukan. Pertama, memperbaiki administrasi perpajakan dengan memasukkan lebih banyak orang ke sistem pajak.
Vid mencatat per tahun 2020, hanya ada 45 juta orang (wajib pajak) yang masuk ke dalam sistem pajak atau memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Angka tersebut masih sangat rendah dari total 130 juta pekerja yang ada di Indonesia dari total penduduk 270 juta jiwa.
Kedua, memperbaiki public service delivery yang berasal dari pajak, sehingga masyarakat bisa merasakan hasil dari pajak yang mereka bayarkan.
“Ketika public service delivery bagus, maka biasanya kenaikan pajak tidak akan menggerus revenue [penerimaan]. Karena orang merasa mendapatkan sesuatu dari hasil pajak tersebut. Masalahnya, itu biasanya terjadi di negara-negara maju,” tuturnya.