Bisnis.com, JAKARTA—PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter mencatat penurunan jumlah pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) hingga 26 persen sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat.
VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengatakan bahwa mobilitas pengguuna KRL terus berkurang selama delapan hari pelaksanaan PPKM Darurat.
Selama hari kerja dalam pekan ini, KAI Commuter mencatat jumlah pengguna KRL mencapai 1,17 juta orang, atau rata-rata 235.344 orang per hari.
“Pada pekan sebelum pemberlakuan PPKM darurat [pengguna di hari kerja dalam sepekan] mencapai 1,60 juta orang atau 321.564 orang per hari. Angka ini berkurang sekitar 26 persen,” katanya dalam siaran pers, Minggu (11/7/2021).
Pada Sabtu 10 Juli 2021, kata Anne, KAI Commuter mencatatkan penurunan jumlah pengguna dibandingkan dengan Sabtu 3 Juli 2021 hingga 15%.
Pada 10 Juli 2021 tercatat ada 168.407 pengguna KRL, sedangkan pada 3 Juli 2021 atau hari penerapan PPKM darurat terdata 200.059 orang pengguna KRL.
Adapun pada Minggu 11 Juli 2021 hingga pukul 09.00 WIB, tercatat ada 30.075 orang pengguna KRL. Jumlah tersebut lebih rendah 26 persen dibandingkan dengan jumlah pengguna KRL pada Minggu 27 Juni 2021 yang mencapai 40.534 orang.
“KAI Commuter terus menjalankan protokol kesehatan secara ketat, serta peraturan-peraturan pemerintah di masa PPKM darurat ini. Kami mengimbau masyarakat untuk beraktivitas di rumah saja kepada para pengguna yang bekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal. Mari lindungi kesehatan keluarga dan sesama guna menekan penyebaran Covid-19,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anne juga menyampaikan bahwa KAI Commuter mendukung penuh segala upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka mobilitas masyarakat di tengah PPKM darurat.
Oleh karenanya, sesuai dengan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 50/2021, KAI Commuter terus mengingatkan bahwa yang diperbolehkan menggunakan KRL adalah pekerja di sektor esensial dan kritikal.
“Mulai Senin [12/7/2021], masyarakat yang menggunakan KRL wajib menunjukan Surat Tanda Registrasi Pekerja [STRP] atau surat keterangan lainnya yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat, dan/atau surat tugas yang ditandatangani oleh pimpinan instansi [minimal eselon 2 untuk pemerintahan] atau pimpinan perusahaan/kantor yang termasuk sektor esensial dan kritikal,” ucapnya.