Bisnis.com, JAKARTA—Sejak 2016 tren investasi hulu minyak dan gas bumi secara global mulai mengalami penurunan dari puncak masa kejayaannya pada 2014. Tren penurunan investasi disebut lebih disebabkan oleh faktor psikologis dari para investor.
Tenaga Ahli Komisi Pengawas SKK Migas Bidang Operasional Nanang Abdul Manaf mengatakan bahwa investasi hulu migas secara global menyentuh realisasi tertingginya pada 2014, yakni lebih dari US$700 juta dengan harga minyak mentah dunia pada kisaran US$100 per barel.
Namun, pada 2015 harga minyak dunia terhempas jauh dari harga sebelumnya. Nanang menyebut, kondisi itu memberikan dampak psikologis terhadap investor di sektor hulu migas.
“Begitu jatuh, secara psikologis mempengarauhi investor dan membuat investor wait and see, sehingga mungkin mereka lebih mengutamakan produksi dibandingkan dengan pengembangan baru sampai ke 2019,” katanya dalam webinar yang digelar pada Kamis (8/7/2021).
Setelah mulai berangsur pulih, kondisi pandemi Covid-19 yang muncul pada akhir 2019 kembali menghempaskan harga minyak dunia hingga ke titik terendahnya sepanjang sejarah.
Nanang menuturkan, kondisi itu kembali membuat penurunan investasi di sektor hulu migas yang sudah mulai merosot sejak 2016 semakin tajam pada 2020. Tercatat penurunan investasi dari 2019 ke 2020 adalah sebesar 30 persen.
Meski begitu, permintaan komoditas energi tersebut akan mulai mengalami pemulihan seiring dengan keberhasilan beberapa negara meredam kasus Covid-19, dan pada akhirnya membuat harga minyak dunia kembali meningkat.
Nanang mengatakan, berdasarkan sejumlah proyeksi sejumlah lembaga riset, investasi di hulu migas bakal mulai meningkat sejak tahun ini sampai dengan 2025 mendatang.
“Saya melihatnya tidak mungkin lagi atau sulit untuk balik ke kondisi investasi di 2014, tetapi kalau masih di 2016—2019 masih mungkin terjadi,” jelasnya.