Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penghasilan Tidak Kena Pajak Indonesia Tertinggi di Dunia

Pada 2009, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berada di angka Rp15,84 juta per tahun. Lalu dalam rentang 2012 sampai 2015 beberapa kali dinaikkan sampai pada 2016 menjadi Rp54 juta per tahun dan berlaku sampai sekarang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat tiba di depan Ruang Rapat Paripurna I untuk menghadiri Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat tiba di depan Ruang Rapat Paripurna I untuk menghadiri Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Indonesia beberapa kali diubah. Ini demi mendukung daya beli masyarakat, meningkatkan aktivitas dunia usaha, hingga menarik investasi.

Dimulai pada 2009, PTKP ada di angka Rp15,84 juta per tahun. Lalu dalam rentang 2012 sampai 2015 beberapa kali dinaikkan sampai pada 2016 menjadi Rp54 juta per tahun dan berlaku sampai sekarang.

“Angka ini adalah PTKP yang tinggi di dalam persentase income perkapita dibandingkan negara lain di dunia,” kataya pada rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (28/6/2021).

Bukan hanya pajak penghasilan (PPh) orang perorangan, untuk PPh badan juga pemerintah mengeluarkan insentif kebijakan dari 30 persen menjadi 25 persen.

Menkeu menjelaskan bahwa pada 2013, pemerintah mulai menerapkan PPh final 1 persen untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Lima tahun kemudian turun menjadi 0,5 persen

Sementara itu, penyesuaian batas pengusaha kena pajak yang tadinya Rp600 juta per tahun ditingkatkan menjadi Rp4,8 miliar pada 2014.

Kebijakan ini diakui Sri menimbulkan komplikasi tax evasion atau skema memperkecil pajak terutang untuk masuk dalam kategori Rp4,8 miliar tersebut. Selain itu juga menurunkan basis perpajakan.

“Di sisi lain pajak bumi dan bangunan perkotaan dan pedesaan dialihkan ke pemerintah daerah. Perbaikan administrasi juga dilakukan untuk memberikan pelayaan yang lebih baik kepada wajib pajak dengan memperkenalkan sistem pendaftaran pembayaran dan pelaporan secara online,” jelasnya.

Adapun kemampuan Indonesia dalam mengumpulkan pajak pada 2019 sebesar 9,76 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan demikian selisih pajaknya atau tax gap masih di kisaran 8,5 persen.

Tax gap tersebut, kata Menkeu, tidak dapat dihindari sebab semua negara tidak akan pernah bisa mengumpulkan pajak hingga 100 persen. Akan tetapi, normalnya angka tax gap di negara berkembang adalah 3,6 persen.

Sementara itu, di negara maju, masih ada selisih dalam rentang 10 persen sampai 20 persen dari potensi. Amerika Serikat misalnya, 16,2 persen. Angka tengah di Uni eropa 10,1 persen. “Maka untuk Indonesia terdapat potensi tax gap yang harus kita kurangi hingga mendekati 5 persen dari PDB,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper