Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Keuangan (BPK) menemukan masih adanya pelanggaran rangkap jabatan dewan komisaris (dekom) dan dewan pengawas (dewas) Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Potensi keborosan uang negara minimal mencapai Rp1,39 miliar.
Melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2020, BPK telah menyelesaikan laporan atas penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang BUMN pada Kementerian BUMN dan instansi terkait pada 2016 hingga 2019 semester I.
“Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang BUMN pada Kementerian BUMN telah dilaksanakan sesuai dengan kriteria dengan pengecualian pada beberapa permasalahan,” tulis IHPS sebagaimana dikutip Bisnis.com, Jumat (25/9/2021).
Setidaknya ada dua masalah signifikan yang ditemukan BPK. Pertama, terkait rangkap jabatan. Padahal, Kementerian BUMN telah menerbitkan peraturan tentang pelarangan rangkap jabatan bagi anggota dekom dan dewas pada BUMN
Akan tetapi, sistem dan prosedur untuk pengendalian rangkap jabatan tersebut belum memadai. Hasil pemeriksaan terhadap aplikasi portal sumber daya manusia (SDM) pada Kementerian BUMN yang memuat daftar direksi, dekom, dan dewas pada BUMN, mengungkapkan masih terdapat rangkap jabatan anggota dekom dan dewas pada 8 BUMN.
“Hal ini mengakibatkan pemborosan untuk pembayaran honorarium kepada anggota dekom dan dewas selama periode rangkap jabatannya, minimal sebesar Rp1,39 miliar. Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan agar Kementerian BUMN menyusun prosedur untuk memastikan validitas data pada aplikasi portal SDM dan memastikan rangkap jabatan pada BUMN tidak terjadi,” papar IHPS BPK.
Baca Juga
Kedua, terdapat keputusan Kementerian BUMN tentang pemberian tantiem atau insentif kinerja (IK) kepada direksi, dekom, dan dewas di 3 BUMN yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Selain itu, beberapa pejabat Kementerian BUMN yang memperoleh penugasan sebagai dekom pada BUMN menerima fasilitas transportasi ganda, yaitu penggunaan kendaraan dinas Kementerian BUMN dan penerimaan tunjangan transportasi dari BUMN, dalam periode bersamaan.
“Hal tersebut mengakibatkan pemberian tantiem/IK di 3 BUMN tidak sesuai ketentuan serta pemberian fasilitas dan tunjangan transportasi tidak mencerminkan implementasi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik,” terang BPK.
Atas permasalahan ini, BPK merekomendasikan Menteri BUMN Erick Thohir agar memberikan sanksi kepada pejabat yang lalai memutuskan apakah suatu BUMN dapat memberikan tantiem/IK kepada direksi dan dekom/dewas.
Lalu, Erick diminta menyusun konsep peraturan tentang pelarangan penerimaan fasilitas ganda bagi pejabat kementerian/lembaga yang merangkap sebagai pengurus BUMN.