Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemangkasan rute internasional oleh PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) perlu dipertimbangkan kembali karena menyangkut aspek diplomasi.
Pemerhati penerbangan Alvin Lie mengatakan untuk mengoperasikan atau menghentikan rute internasional memang memiliki banyak aspek lain seperti diplomasi, kebijakan negara dan juga kesepakatan bilateral dengan negara tetangga.
Dengan demikian, sama halnya dengan maskapai asing yang terbang ke Indonesia, Garuda juga memiliki hak yang sama (resiprokal) untuk menerbangi rute ke negara tersebut.
Selama ini, paparnya, justru banyak rute internasional tidak dimanfaatkan Indonesia. Contoh, Emirates dan Etihad yang menawarkan banyak pilihan jadwal tetapi maskapai Indonesia tidak ada yang melayani penerbangan berjadwal ke Uni Emirat Arab dan Qatar.
"Jadi sebenernya kalau maskapai lain bisa melayani dengan layanan baik dan harga kompetitif, mengapa kita tidak bisa? Justru ini yang harusnya perlu didalami," katanya, Minggu (13/6/2021).
Alvin menyebutkan sudah sejak lama Garuda juga mulai memangkas rute dan mengurangi frekuensi penerbangan yang dimiliki. Namun, dinilai tidak terlalu efektif karena ternyata selama kuartal I/2021 tingkat keterisian penumpang penerbangan hanya rata-rata sekitar 28 persen.
Baca Juga
Alhasil, maskapai pelat merah tersebut pun tetap akan rugi. Penyebabnya antara lain karena jadwal penerbangan yang tidak sesuai kebutuhan pelanggan. Strategi harga Garuda yang masih terus berpatok pada Tarif Batas Atas (TBA), sedangkan maskapai pesaing sudah menurunkan harga.
Dia menambahkan pada rute yang sama, harga tiket GA mencapai hingga 2 kali lipat harga tiket Batik Air dan Citilink. Menurutnya, dalam masa pandemi semua pihak memangkas anggaran termasuk bagi penumpang. Alvin pun lantas berpendapat dengan adanya selisih tarif yang mencolok membuat banyak pelanggan GA yang berpindah ke maskapai lain.
"Kakau soal route domestik kita semua juga sudah tahu. Selama ini semua airlines Indonesia memang mengandalkan hidup dari rute domestik. Dan route domestik pula yang menopang kehidupan maskapai selama pandemi," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan akan fokus pada penerbangan domestik dan bukan internasional. Hal ini sebagai imbas dari kondisi keuangan maskapai pelat merah itu yang tengah terpuruk. Selain Garuda Indonesia, Erick juga akan mendorong anak usahanya yakni Citilink untuk mulai melupakan bisnis penerbangan internasional.