Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sektor pendidikan atau sekolah dinilai kontraproduktif dan bertentangan dengan upaya memulihkan dampak pandemi pada sektor ini.
Biaya pendidikan yang akan semakin tinggi dapat mengancam upaya Indonesia untuk memajukan sumber daya manusianya.
Menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza, pengenaan pajak PPN ini akan semakin mempersempit akses kepada pendidikan, terutama bagi masyarakat miskin di tengah-tengah persoalan akses maupun mutu pendidikan yang tidak merata, peningkatan dropout dan penurunan kemampuan belajar.
“Dampak pandemi pada sektor pendidikan seharusnya bisa menjadi pertimbangan sebelum pengenaan PPN ini benar-benar diberlakukan,” kata Nadia, Jumat (11/6/2021) melalui keterangan resminya yang diterima oleh Bisnis.
Lebih lanjut, Nadia mengungkapkan saat ini masih banyak sekolah-sekolah, terutama sekolah swasta berbiaya rendah, sudah sulit untuk bertahan di tengah pandemi yang berkepanjangan karena sekolah maupun gurunya sangat bergantung kepada pendapatan orang tua murid yang kini banyak terganggu dalam kondisi sulit seperti sekarang ini.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2021 memperlihatkan ada 19,10 juta penduduk usia kerja yang terdampak pandemi Covid-19. Sebanyak 1,62 juta penduduk diantaranya menganggur akibat Covid-19 dan sebanyak 1,11 juta orang tidak bekerja karena pandemi.
Baca Juga
“Belum lagi mempertimbangkan dampak dari learning loss akibat pandemi pada peserta didik,” imbuh Nadia.
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang tengah dipersiapkan DPR RI dan Pemerintah, salah satu poinnya adalah pengenaan Pajak Pertambahan Pendidikan (PPN) pada instansi pendidikan sebesar 12 persen.
Selain pendidikan yang sebelumnya terbebas dari PPN, 10 jenis jasa lainnya juga akan dikeluarkan dari kategori bebas PPN hingga hanya akan tersisa 6 jenis jasa saya yang bebas dari pajak tersebut.
Diantara kelompok jasa lainnya yang juga akan dikenakan PPN, dengan adanya perubahan legislasi termasuk jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi.
“RUU KUP perlu dikawal prosesnya agar tidak merugikan kepentingan masyarakat luas,” tegas Nadia.