Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada 2022, setelah mempertimbangkan masukan industri serta tarif pada tahun ini yang sudah terlampau tinggi.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, otoritas fiskal tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang akan berlaku tahun depan.
Sebagai konsekuensinya, pemerintah hanya menyusun tarif ideal untuk melakukan penyesuaian terhadap harga jual eceran (HJE) produk hasil tembakau atau rokok. Adapun angka kenaikan HJE yang tengah dikaji saat ini adalah berkisar 10 persen—12,5 persen.
Adapun, pertimbangan utama otoritas fiskal tidak menaikkan tarif cukai rokok adalah karena angka kenaikan yang berlaku pada saat ini sudah cukup tinggi, yakni sebesar 12,5 persen dan HJE naik hingga 35 persen.
Berdasarkan catatan Bisnis, tarif cukai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 23 persen. Namun, kenaikan tarif 12,5% pada 2021 itu lebih tinggi dibandingkan dengan 2018 yang hanya sebesar 10 persen. Adapun pada 2019, pemerintah secara mengejutkan tidak menaikkan tarif cukai rokok.
Pada tahun ini, tarif yang ditetapkan oleh pemerintah untuk sigaret kretek mesin (SKM) antara golongan IIA dan golongan IIB selisih tipis. Tarif cukai SKM golongan IIA tercatat sebesar 13,8 persen atau Rp535 dan SKM golongan IIB sebesar 15,4 persen atau Rp455.
Baca Juga
Hal sama juga berlaku pada sigaret putih mesin (SPM), dengan golongan IIA dan IIB kenaikannya masing-masing sebesar 16,5 persen dan 18,1 persen.
Tarif cukai hasil tembakau SPM golongan IIA dan IIB untuk tahun ini masing-masing sebesar Rp565 dan Rp555 per batang.
Sumber Bisnis yang dekat dengan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu mengatakan saat ini proses yang sedang berlangsung adalah kesepakatan tentang asumsi-asumsi makro antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Asumsi makro itu kemudian digunakan bersama untuk dasar Pidato Nota Keuangan dan acuan Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dari besarnya pagu anggaran tersebut kemudian dielaborasi menjadi target penerimaan cukai. Lantas, pemerintah menentukan besaran cukai hasil tembakau yang ideal, termasuk opsi untuk tidak menaikkan tarif cukai.
Adapun, variabel yang juga menjadi pertimbangan, pertama adalah pertumbuhan ekonomi, kedua inflasi, dan ketiga pengendalian. Aspek pengendalian pun harus mempertimbangkan kesehatan, keberlangsungan industri, petani, penyerapan tenaga kerja, meminimalisasi peredaran rokok atau produk tembakau lainnya secara ilegal, serta penerimaan negara.
Saat dikonfirmasi, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Syarif Hidayat mengatakan sejauh ini masih belum ada keputusan terkait dengan kebijakan tarif cukai rokok untuk tahun depan.
“Belum dibahas di internal Kementerian Keuangan,” kata dia kepada Bisnis, Rabu (9/6).