Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah negara yang telah mengimplementasikan kerja sama perdagangan bebas dengan Indonesia berpeluang menjadi pasar untuk produk otomotif Indonesia. Ketiadaan bea masuk untuk produk otomotif menjadi keuntungan tersendiri bagi Indonesia.
Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini mengatakan bahwa sejumlah komitmen yang ada dalam perjanjian perdagangan bilateral Indonesia dengan negara mitra saat ini cukup memberi peluang bagi industri otomotif dalam negeri.
“Setelah kami lihat dari perjanjian yang concluded itu sudah baik. Artinya betul-betul dari sisi akses pasar untuk kita terbuka sekali. Tinggal bagaimana cara kita memanfaatkannya itulah yang perlu kita sinergikan,” kata Made dalam webinar, Kamis (10/6/2021).
Dia memberi contoh komitmen pembebasan tarif pada produk otomotif dalam skema Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Chile (IC-CEPA). Melalui perjanjian yang telah diratifikasi pada 2019 tersebut, Indonesia mendapatkan penghapus bea masuk untuk seluruh produk otomotif, termasuk kendaraan, suku cadang, maupun aksesoris kendaraan.
“Karena kepentingan kita tinggi untuk otomotif, bea masuknya nol persen. Seluruh tarif yang ada di bawah otomotif itu nol persen,” katanya.
Sebagai syarat penghapusan tarif, terdapat beberapa aturan yang harus diikuti oleh Indonesia, yakni kandungan barang impor pada produk otomotif tidak boleh melampaui 40 persen.
Indonesia juga memiliki peluang untuk memasuki pasar Australia setelah Indonesia-Australia CEPA diratifikasi. Indonesia bahkan mendapat komitmen total dari Australia untuk pembebasan tarif pada kendaraan listrik.
Made mengatakan bahwa ini adalah kali pertama Australia memasukkan kendaraan listrik dalam komitmen perjanjian kerja samanya dengan negara lain.
“Namun, yang berbeda adalah komitmen Australia untuk memasukkan mobil listrik ke dalam kesepakatan. Ini pertama kalinya karena Australia belum memasukkannya dalam kesepakatan perdagangan bebas dengan negara manapun,” ujarnya.
Syarat untuk mendapatkan tarif 0 persen juga cenderung memudahkan industri otomotif Tanah Air. Selama mobil listrik tersebut dirakit di Indonesia, maka pembebasan tarif akan berlaku.
Terdapat pula potensi ekspor ke Mozambik, negara Afrika pertama yang menjalin perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia di bawah skema Preferential Trade Agreement (PTA).
Negara tersebut memberikan preferensi berupa eliminasi tarif untuk dua pos tarif yakni 871120000 dan 87131000.
“Mozambik saya kira bisa menjadi pasar yang bisa kita manfaatkan karena mereka masih memakai standar EURO 3, kemudian di sana banyak memakai mobil bekas, jadi banyak dari Eropa masuk ke sana.Namun pasti ada pasar untuk mobil baru dan saat diratifikasi saya kira bisa dioptimalisasi karena syaratnya juga tidak terlalu sulit,” kata Made.