Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah melaksanakan program kerja dari Bali atau work from Bali untuk memulihkan sektor pariwisata, termasuk perhotelan dinilai tidak akan berdampak signifikan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan kegiatan dinas aparatur sipil negara (ASN) seperti acara pertemuan, focus group discussion (FGD), koordinasi, dan kegiatan lainnya di luar kota lebih berdampak dibandingkan work from Bali.
Menurut Maulana, kegiatan pemerintah di luar kota itu tercatat bisa berkontribusi terhadap okupansi hotel sebesar 30 hingga 40 persen.
"Dulu kan tahun 2020 kita anjurkan kegiatan pemerintah ini kembali. Kalau bisa tetap dilakukan, ini akan membantu pihak hotel. Karena hampir seluruh kegiatan pemerintah pasti ada lintas koordinasi antar daerah," katanya, dikutip dari tempo.co, Kamis (10/6/2021).
Sayangnya, kata Maulana, saat ini kegiatan pertemuan pemerintah di daerah-daerah masih belum normal. "Belum kembali normal. Masih ada tapi sangat sedikit," ujarnya.
Berdasarkan data PHRI, rata-rata tingkat keterisian kamar hotel di Bali pada kuartal I/2021 hanya sekitar 10 persen. Sebaliknya, untuk keterisian hotel di Yogyakarta pada Maret 2021 sudah mencapai 34 persen.
Baca Juga
Secara nasional, keterisian hotel pada Januari dan Februari 2021 sekitar 10 persen. Angka itu mulai meningkat pada Maret 2021 menjadi 30 persen.
Maulana belum mendapatkan data okupansi hotel pada April dan Mei 2021. Tetapi, dia memprediksi okupansi hotel kembali turun dikarenakan pada dua bulan itu ada kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat seperti larangan mudik.
Ia menyebutkan keterisian hotel dalam hal wisata hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu. Sebaliknya, kegiatan pemerintah yang diselenggarakan di hotel berlangsung dalam kurun waktu yang panjang dan berkelanjutan sepanjang tahun.
"Pemerintah itu punya peran banyak, kontribusinya cukup besar terhadap okupansi hotel kalau mereka melakukan kegiatan mereka lagi seperti meeting di Bali," kata Maulana.