Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Produk Nestle, BPKN Sarankan BPOM Kaji Regulasi Teknis Soal Standar

Dalam dokumen yang dilihat The Financial Times, Nestle mengakui bahwa 60 persen produk makanan dan minuman yang mereka produksi tidak memenuhi kriteria sehat yang berlaku.
Produk kopi kemasan Nestle, Nescafe Gold/ Bloomberg
Produk kopi kemasan Nestle, Nescafe Gold/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyarankan Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk mengkaji regulasi teknis soal standar makanan dan minuman olahan demi meyakinkan bahwa perlindungan konsumen telah dilaksanakan.

Hal ini disampaikan menyusul terbitnya laporan The Financial Times yang mengungkap laporan internal Nestle soal status kesehatan produk perusahaan pangan terbesar di dunia tersebut.

Dalam dokumen yang dilihat The Financial Times, Nestle mengakui bahwa 60 persen produk makanan dan minuman yang mereka produksi tidak memenuhi kriteria sehat yang berlaku.

Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian BPKN Arief Safari mengatakan semua produk Nestle sejatinya telah layak edar karena telah memenuhi standar yang berlaku usai melalui pengujian oleh BPOM untuk mendapatkan izin edar.

Dia menyebutkan mayoritas pengujian standar peredaran makanan dan minuman di Indonesia mengacu pada Codex Alimentarius sebagai lembaga standar internasional untuk pangan. 

“Produk makanan dan minuman dari Nestle yang beredar di Indonesia sudah memiliki izin edar, artinya sudah lolos uji oleh BPOM [Badan Pengawasan Obat dan Makanan]. Semua produk Nestle di Indonesia sudah layak diedarkan karena memenuhi regulasi teknis yang diberlakukan,” kata Arief kepada Bisnis, Selasa (8/6/2021).

Meski demikian, Arief menyarankan agar BPOM dapat melakukan tindak lanjut berupa investigasi untuk meyakinkan apakah perlindungan kepada konsumen sudah dilaksanakan. Menurutnya, BPOM harus mengkaji apakah regulasi teknis yang berlaku telah sesuai dengan acuan standar internasional dan dijamin tidak membahayakan konsumen.

“Apabila membahayakan maka perlu dilakukan revisi atas regulasi teknis yang diberlakukan. Atau apabila produk yang beredar tidak sesuai dengan regulasi teknis yang ada maka harus dikenakan sanksi dan produknya harus ditarik,” kata dia.

Dia pun menyebutkan hasil investigasi harus diumumkan ke masyarakat selaku konsumen agar lebih teredukasi mengenai batas gula, garam, dan lemak (GGL) dan bahaya konsumsi bahan tambahan pangan lainnya.

Sebagai informasi, BPKN pada 2014 pernah melakukan kajian soal kandungan GGL pada makanan dan minuman di Indonesia. Kajian tersebut membuahkan rekomendasi ke pemerintah soal perlunya edukasi kepada masyarakat soal batas konsumsi harian GGL.

Konsumsi maksimal gula disarankan sebesar 50 gram sehari, 2 gram untuk garam natrium, dan 67 gram untuk lemak. Konsumsi harian yang melebihi batas tersebut berpotensi menyebabkan hipertensi, stroke, diabetes, dan penyakit jantung.

“Nestle sebagai pelaku usaha wajib mencantumkan dalam labelnya kandungan nutrisi termasuk GGL sesuai aturan pelabelan di Indonesia agar konsumen mengetahui dan mempertimbangkan hal tersebut sebelum membelinya,” kata Arief.

Sementara itu, Head of Corporate Communications PT Nestle Indonesia Stephan Sinisuka dalam pernyataan resmi perusahaan menyebutkan Nestle telah mengurangi kandungan gula dan garam pada produk-produk mereka secara signifikan dalam dua dekade terakhir.

Selain itu, perusahaan juga telah menambah produk-produk bergizi ke dalam portofolio Nestle. 

“Di Indonesia kami memproduksi dan mendistribusikan produk-produk sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan, termasuk persyaratan gizi, kualitas, dan keamanan dari BPOM,” kata Stephan.

Menanggapi pemberitaan The Financial Times, dia mengatakan laporan tersebut mengacu pada analisis yang hanya mencakup sekitar setengah dari portofolio penjualan global produk-produk Nestle. Analisis itu pun tidak mencakup produk-produk gizi bayi/anak, gizi khusus, makanan hewan peliharaan, dan produk kopi.

Jika dilihat dari keseluruhan portofolio berdasarkan penjualan global, Stephan mengatakan kurang dari 30 persen produk tidak memenuhi standar ‘kesehatan’ eksternal yang ketat. Produk-produk yang tak memenuhi standar sehat itu pun didominasi produk indulgent (memanjakan) seperti cokelat dan es krim.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper