Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menyebutkan penjualan produk grocery dan FMCG lebih banyak disumbang melalui kanal offline. Hal ini tak lepas dari perilaku konsumen yang lebih memilih mengecek langsung kondisi barang yang dibeli.
“Selama ini untuk produk kebutuhan sehari-hari penjualan offline tetap mendominasi. Bahkan saat pandemi meski ada kenaikan secara online, masyarakat tetap menjadikan belanja offline opsi utama karena untuk produk pangan sensitif. Mereka perlu mengecek kapan kadaluarsanya, tingkat kesegarannya, kondisi fisiknya,” kata Roy, Jumat (28/5/2021).
Meski demikian, Roy tidak memungkiri jika konsumen mulai melirik berbelanja produk nonpangan secara online. Dia mengatakan peluang tersebut sudah ditangkap oleh peritel modern dengan menyiapkan kanal penjualan secara daring.
“Kami tetap melihat penjualan offline yang utama di tengah kembalinya mobilitas masyarakat. Kendala saat ini hanyalah kondisi bisnis ritel yang sudah belasan bulan tertekan karena pandemi, otomatis ada yang selamat ada yang tidak,” kata dia.
Data Nielsen menunjukkan bisnis ritel terkontraksi 5,9 persen pada 2020 setelah sempat tumbuh 3,4 persen pada 2019. Penurunan tajam ini sebagian besar disumbang oleh kontraksi pada channel perdagangan tradisional yang turun 12,4 persen. Sementara ritel modern masih bisa tumbuh tipis 1 persen pada 2020.
Selain itu, penjualan ritel FMCG untuk produk pangan juga tumbuh negatif 5,8 persen. Sementara produk nonpangan turun 6,0 persen.
Terlepas dari situasi ritel yang kurang baik pada tahun lalu, Roy mengaku tetap optimistis bisnis ritel memiliki prospek yang baik. Hal ini setidaknya tecermin dari ketahanan sejumlah format gerai meski daya beli dan mobilitas masyarakat turun.
“Kami tetap optimistis prospek baik. Namun pada saat yang sama kami juga mengharapkan ada dukungan pemerintah dengan menjadikan sektor ini salah satu prioritas pemulihan,” kata Roy.