Bisnis.com, JAKARTA — Pemanfaatan green avtur di Indonesia sesuai amanat Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, hingga saat ini masih belum dapat dilaksanakan secara optimal karena terkendala berbagai permasalahan, di antaranya terkait feedstock, teknologi produksi, dan keekonomian.
Rangkaian pengujian green avtur telah memasuki tahap kedua pengujian statis (test cell), menggunakan engine CFM56-3 dengan dua variasi bahan bakar, antara lain Jet A-1 dan Bioavtur J2.4. Untuk keperluan pengujian telah diproduksi bioavtur 2,4 persen (J2.4 stock on spec) sebanyak 20 kiloliter (kl) yang menggunakan pengolahan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) / minyak sawit) di unit TDHT (Treated Distillate Hydro Treating) Refinery Unit (RU) IV Cilacap.
“Semoga pengujian ini berjalan lancar dan kita bisa tingkatkan pengujian ini ke tahap berikutnya untuk mendukung pemanfaatan bahan bakar nabati di sektor transportasi penerbangan”, ujar Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagalistrikan dan EBTKE Kementerian ESDM Haryanto, dikutip dari laman resmi Ditjen EBTKE, Kamis (27/5/2021).
Pengujian tahap dua untuk bahan bakar bioavtur J2.4 dilakukan sebanyak 3 cycle. Tiap cycle meliputi beberapa kondisi antara lain ground idle, flight idle, accel dan melihat nilai dari beberapa parameter seperti density (panas yang ditimbulkan mesin), vibrasi mesin, oil pressure, dan performance.
Nilai tersebut dibandingkan dengan hasil penggunaan Jet A-1 dengan nilai limitasi yang diberikan oleh manufaktur mesin. Sebelum dilakukan engine test cell, terlebih dahulu dilakukan uji karakteristik bahan bakar yang akan digunakan.
Uji statis mesin (engine test cell) tahap pertama telah dilaksanakan pada 22-23 Desember 2020 lalu menggunakan campuran bahan bakar bioavtur 2 persen (J2) pada engine CFM56. Bahan bakar Jet A1 yang digunakan sebanyak 10.900 liter dan green avtur J2 sebanyak 9.000 liter.
VP Engine Maintenance PT GMF Aero Asia Jatmiko Herlambang Putra mengatakan bahwa fasilitas pengujian atau test cell ini sudah ada sejak 1985 dan telah menggunakan berbagai mesin. Sampai sejauh ini, masih bisa dikembangkan untuk engine-engine generasi berikutnya. Fasilitas test cell di GMF dapat melakukan tes hingga 100.000 pound, rata-rata 100 engine per tahun.
“Kami merasa terhormat untuk dapat berperan dalam pengujian bioavtur ini, beberapa engine yang saat kami punya untuk test cell ini adalah series FM, DES 3, DES 5, DES 7 beberapa APU (Auxiliary Power Unit) termasuk juga APU untuk pesawat besar seperti untuk airbus 730. Mudah-mudahan pengujian ini nantinya dapat berjalan baik dan akhirnya dapat meningkatkan kemandirian energi, terutama kombinasi antara penggunaan avtur dengan kelapa sawit”, kata Jatmiko.
Keseluruhan pengujian ini akan menjadi data penting untuk mendapatkan persetujuan melakukan uji terbang dengan meminta masukan dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Setelah pelaksanaan uji statis, akan dilakukan uji terbang yang menggunakan pesawat bermesin turboprop CN-235-220 milik PT Dirgantara Indonesia (DI).
Rencana tersebut telah didiskusikan pada workshop yang dilaksanakan Direktorat Bioenergi pada 14 April 2021 lalu. Bahwa PT DI sangat mampu dalam melakukan eksekusi uji terbang dan analisa data pengujian.
Pesawat CN-235-220 yang akan digunakan pada uji terbang beregistrasi militer sehingga perlu dilakukan kerja sama yang harmonis antara Indonesian Military Airworthiness Authority (IMAA) dan DKPPU dalam proses uji terbang.
Pesawat CN235-220 yang akan digunakan untuk uji terbang tersebut, tangki pada sayap kanan akan diisi dengan Jet A1 dan tangki pada sayap kiri akan diisi dengan Bioavtur J2.4. Sebelum uji terbang, akan dilakukan uji di darat (ground run) untuk melihat efek penggunaan Bioavtur J2.4. Pesawat uji coba terbang akan menjalani take off dari Bandara Husein Sastranegara Bandung dan landing di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang