Bisnis.com, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun memberi sejumlah catatan terkait rencana pemerintah yang ingin menerapkan kembali pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.
Menurutnya, catatan itu didasarkan pada pengalaman pemerintah melaksanakan tax amnesty pertama.
Catatan pertama dari Misbakhun ialah tax amnesty kedua harus didukung sosialisasi yang gencar, durasi pelaksanaannya lebih panjang, dan didukung regulasi yang lebih sederhana.
"Yang penting, instrumennya harus lebih bisa diimplementasikan peserta tax amnesty," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (21/5/2021).
Kedua, kata Misbakhun, salah satu masalah penting yang juga harus dituntaskan dalam program tax amnesty kedua ialah piutang pajak sangat besar yang tidak bisa ditagih.
"Persoalan itu harus dibuatkan konsep penyelesaiannya lewat program tax amnesty kedua nanti," cetusnya.
Baca Juga
Misbakhun menilai program pengampunan pajak kedua sebenarnya merupakan pilihan sulit bagi Presiden Jokowi yang menanggung ketidakmampuan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam menaikkan tax ratio dan penerimaan dari sektor perpajakan.
"Tax amnesty ini menjadi exit strategy yang dipilih Presiden Jokowi ketika kinerja menteri keuangan di sektor perpajakan tak bisa diharapkan lagi," kata Misbakhun.
Kendati demikian, Misbakhun menyambut positif rencana pemerintah menggulirkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty lagi.
Legislator Partai Golkar itu meyakini tax amnesty kedua pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memiliki efek ganda, yakni menutup kekurangan (shortfall) penerimaan pajak dan membantu dunia usaha.
Misbakhun menjelaskan pimpinan DPR telah menerima surat presiden perihal kebijakan tax amnesty yang dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (RUU KUP). Menurutnya, RUU itu telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
"Saya mendukung penuh inisiatif atau rencana pemerintah kembali mengadakan tax amnesty yang dikonsepkan dalam RUU KUP. Saya yakin kebijakan itu bisa menutupi lubang shortfall penerimaan pajak rutin di APBN," tukasnya