Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 tidak mengubah peri laku konsumsi sayuran masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia.
Demikian hasil survei yang dilaksanakan Nur Fajrina peneliti benih dari PT East West Seed Indonesia (Ewindo) bekerja sama dengan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta (Rukmowati Brotodjojo dan Dwi Aulia Ningrum).
Nur mengatakan hasil survei menunjukkan konsumsi sayuran masih rendah, walaupun masyarakat menyadari pentingnya asupan sayuran untuk menjaga kesehatan. Ternyata setelah adanya pandemi tidak terjadi peningkatan konsumsi sayuran.
"Pada dasarnya masyarakat paham manfaat sayuran, tetapi sebagian besar tidak termotivasi untuk mengonsumsi lebih banyak sayuran," kata Nur dalam keterangan resmi, Kamis (20/5/2021).
Hasil survei menunjukkan bahwa 76,4 persen responden memilih kesehatan sebagai alasan memilih sayuran dalam menu harian selama pandemi. Namun peningkatan konsumsi sayuran hanya terjadi pada 58,2 persen responden dan sisanya mengatakan tidak mengalami perubahan apa-apa. Bahkan beberapa jenis sayur yang dikonsumsi seperti kangkung turun 11 persen, sementara bayam tumbuh 6 persen dan caisim 3 persen.
Pemahaman tinggi tentang manfaat sayuran tidak serta merta meningkatkan konsumsi. Kebiasaan makan tinggi karbohidrat menjadi kebiasaan yang turun menurun dan untuk mengubahnya membutuhkan usaha cukup besar. Kebiasaan ini juga terlihat pada kecilnya pengeluaran beli sayur di masyarakat.
Susenas 2019 (Badan Pusat Statistik) melaporkan bahwa pengeluaran per kapita sebulan, secara nasional pengeluaran gabungan buah dan sayur sebesar Rp 65.342. Dibandingkan dengan pengeluaran makanan secara total pengeluaran untuk buah dan sayur hanya sebesar 11,41 persen.
Mengacu pada UMR tertinggi Indonesia (contoh Jakarta Rp4.400.000), maka dana yang di keluarkan hanya berkisar dari 1,5 persen dari total income per bulan untuk buah dan sayur.
Padahal, jelas Nur, ketersediaan sayuran di Indonesia sangat mencukupi mengingat kebutuhan sayuran tidak hanya dipasok dari sentra produksi tetapi juga banyaknya rumah tangga yang menanam untuk dikonsumsi sendiri melalui kegiatan home gardening.
Survei menunjukkan jumlah pelaku home gardening meningkat hampir 47 persen dengan sebaran pelaku 47,6 persen di Jawa, 31,06 persen di Sumatra, 11,91 persen di Sulawesi, 7,02 persen di Bali Nusa Tenggara, 2,13 persen di Kalimantan, dan 0,21 persen di Maluku dan Papua.
Survei didanai oleh Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR). ACIAR adalah badan yang beroperasi sebagai bagian dari program bantuan pembangunan Pemerintah Australia. Badan ini mendanai proyek-proyek penelitian dan pengembangan melalui kemitraan antara para peneliti Australia dan Indonesia serta pihak-pihak terkait lainnya.
Melalui program Alumni Research Support Facility (ASRF), survei ini juga memperlihatkan konsumsi sayuran masyarakat cenderung tidak banyak berubah, data ini diperkuat oleh data BPS yang menyatakan konsumsi sayuran dan buah turun 0,64 persen pada 2020 dibandingkan pada 2019. Jumlah konsumsi masih di 209 gram per kapita per hari. Adapun sesuai standar WHO idealnya konsumsi sayuran itu 400 gram per orang per hari.
Nur mengatakan pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 belum mampu menggugah kesadaran masyarakat untuk meningkatkan konsumsi sayur, walaupun tahu kandungan nutrisi di dalam sayuran mampu meningkatkan imun tubuh.
Survei yang melibatkan 1201 rumah tangga dengan berbagai latar belakang pendapatan, pendidikan dan usia dari beberapa propinsi di Indonesia ini juga mengungkapkan, baik pekerja dengan status aktif atau tidak, tingkat konsumsi sayurannya sama-sama rendah.
Survei yang dilaksanakan antara Oktober sampai November 2020 ini sudah cukup menyimpulkan pentingnya kampanye manfaat sayuran kepada masyarakat agar target WHO dapat terpenuhi. Kampanye program kampanye sayuran ini harus melibatkan sinergi tiga kementerian yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Nur menjelaskan Kementerian Kesehatan telah mendorong masyarakat mengkonsumsi makanan sehat melalui kampanye "Isi Piringku" tetapi kampanye ini harus digalakkan terutama mulai dari balita. Kegiatan ini akan efektif dengan melibatkan usia dini (balita atau SD) untuk membiasakan mengkonsumsi sayuran baik segar maupun olahan.
Hal ini karena hasil survei berdasarkan usia menunjukkan prosentase generasi milenial yang tidak konsumsi sayur lebih besar dibandingkan usia lebih dari 36 tahun. Besar kemungkinan akan sulit untuk mengubah kebiasaan mereka agar mau mengonsumsi sayuran. Edukasi di level yang paling rendah diharapkan mampu mendorong konsumsi sayuran dengan memperkenalkan sejak dini.
Nur juga menyampaikan fakta untuk wilayah Jawa konsumsi sayuran masih lebih tinggi dibandingkan di luar Jawa. Adapun untuk meningkatkan konsumsi sayuran di kota-kota besar termasuk Jakarta penting untuk diperkenalkan produksi pertanian rumahan selain daun-daunan juga sayuran buah seperti timun, wortel, tomat, labu, paria, dan sebagainya.
Nur juga mengungkapkan di saat pandemi ini sudah seharusnya menjadi momentum untuk memperkenalkan manfaat sayuran apalagi kandungan nutrisi di dalam sayuran mampu meningkatkan imun.
Selain itu, walaupun sebagian besar pelaku home gardening di Jawa tetapi pengembangan kegiatan ini di luar Jawa dapat membantu memperkenalkan sayuran dan manfaatnya kepada masyarakat terutama milenial, bahkan bisa menjadi sumber pendapatan. Kegiatan ini dapat menjadi salah satu pilihan aktifitas pada program pemerintah tentang pengentasan kemiskinan 2021 yang sekaligus mendorong tercapainya pemenuhan nutrisi lewat sayuran di tingkat rumah tangga.