Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Bus: Tingkat Okupansi Naik Usai Larangan Mudik

Pengusaha bus menyebutkan tingkat okupansi mengalami kenaikan usai periode larangan mudik berakhir.
Calon penumpang berjalan menuju bus antarkota antarprovinsi (AKAP) di area pemberangkatan terminal Pulo Gebang, Jakarta, Selasa (21/4/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Calon penumpang berjalan menuju bus antarkota antarprovinsi (AKAP) di area pemberangkatan terminal Pulo Gebang, Jakarta, Selasa (21/4/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Pasca larangan mudik 6-17 Mei 2021 berakhir, sejumlah sarana transportasi kembali dibuka untuk melayani masyarakat yang akan bepergian, salah satunya angkutan jalan atau bus penumpang.

Pemilik PO Sumber Alam Anthony Steven Hambali mengatakan dalam dua hari terakhir, sudah terjadi peningkatan penumpang dimana jumlahnya hampir sama dengan sebelum pelarangan mudik diberlakukan.

"Sudah ada peningkatan [penumpang] sejak kemarin. Kira-kira ya baru kembali ke saat sebelum pelarangan mudik. Dalam 2 hari ini, kembali ke 40 persen okupansi," katanya kepada Bisnis.com, Rabu (19/5/2021).

Dia berharap peningkatan tersebut dapat terus berlanjut demi keberlangsungan bisnis angkutan darat khususnya angkutan penumpang atau bus yang kian terpuruk di tengah pandemi Covid-19.

Terlebih, sambungnya, operasional angkutan penumpang sangat dibatasi selama periode peniadaan mudik Lebaran yang biasanya menjadi momen pengusaha bus memanen penumpang.

"Kami jalan terus setiap hari, hanya 1 - 2 unit saja dan penumpang minim sekali," imbuhnya.

Sebelumnya, dia menyebut perusahaan otobus (PO) menjadi salah satu pihak yang paling terdampak larangan mudik Lebaran 6-17 Mei 2021. Demi bertahan dari sisi bisnis, pengusaha terancam harus menjual aset hingga mengurangi karyawan.

Anthony mengaku kebijakan pemerintah yang meniadakan mudik pada Hari Raya Idulfitri 1442 H sangat berdampak terhadap bisnisnya. Menurutnya sebagai pelaku bisnis di sektor angkutan penumpang, sudah tidak ada lagi strategi yang dapat dilakukan demi bertahan di tengah keterpurukan akibat pandemi dan pembatasan pergerakan tersebut selain adanya bantuan kebijakan ekonomi dari pemerintah.

"Strateginya sudah tidak ada lagi selain penjualan aset dan pengurangan karyawan. Harus ada bantuan kebijakan ekonomi dari pemerintah," ujarnya.

Dia juga sempat mengaku terpaksa menyesuaikan tarif perjalanan demi menutupi kerugian yang ditimbulkan akibat adanya pelarangan mudik 6-17 Mei 2021.

Kebijakan peniadaan mudik, lanjutnya, tentu membuat industri tersebut mengalami penurunan penumpang. Padahal bila kondisi normal, momen mudik merupakan waktu yang dinanti lantaran perusahaan dapat memanen penumpang.

"Tentu ada penyesuaian harga [tiket], namun kami juga mengikuti kondisi pasar," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmi Yati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper