Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Tarif PPN Masuk RUU KUP, Pembahasan Dikebut Usai Lebaran

Dalam kenaikan PPN, pemerintah rencananya akan menggunakan skema multitarif.
Wajib pajak melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak di Kantor Pajak Pratama (KPP) Mampang Prapatan, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Wajib pajak melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak di Kantor Pajak Pratama (KPP) Mampang Prapatan, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah memasukkan isu kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) ke dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan RUU KUP.

Namun, beleid yang ditetapkan sebagai program legislasi nasional pada Maret lalu itu hingga kini belum diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR Fathan Subchi mengatakan bahwa kemungkinan besar draf RUU KUP akan baru diterima legislatif setelah lebaran.

“Karena masa sidang ini kan baru masuk, lalu ada lebaran, jadi tidak bisa segera ketemu mitra kerja. Kami akan kebut pembahasannya setelah lebaran,” katanya saat dihubungi, Minggu (9/5/2021).

Fathan menjelaskan bahwa untuk masa sidang kali ini agak panjang. Legislatif baru akan kembali reses pada bulan Juli.

Waktu yang luang tersebut diyakini bisa mengejar target pembahasan RUU KUP agar selesai tahun ini.

“RUU KUP kan semangatnya agar ruang gerak ekonomi kita bisa lebih fleksibel, elastis, dan juga menopang target-target pembangunan Presiden, RPJMN [rencana pembangunan jangka menengah], dan kualitas kehidupan rakyat yang baik,” jelasnya.

Dalam kenaikan PPN, pemerintah rencananya akan menggunakan skema multitarif. Bakal ada produk barang dan jasa yang besaran pungunannya naik dan ada pula yang turun. Namun, produknya masih dalam pembahasan.

Mengacu pada UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8.1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pemerintah bisa mengubah besaran pungutan.

UU tersebut mengatur perubahan tarif paling rendah berada pada angka 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Saat ini, tarif PPN berlaku untuk semua produk dan jasa, yakni 10 persen.

Dampak skema multitarif ini tentu akan ada harga barang dan jasa yang naik serta ada pula yang turun.

Di sisi lain, RUU KUP juga ada isu lain yang penting, yaitu pembentukan lembaga penerimaan pajak yang lebih independen.

Berdasarkan catatan Bisnis, secara keorganisasian Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan dikepalai oleh kepala lembaga dan terpisah dari Kementerian Keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper