Bisnis.com, JAKARTA - Harga tembaga melambung ke harga sekitar US$ 10.000 per metrik ton setelah kembalinya investor China dari jeda tiga hari libur. Kondisi ini menyoroti kekuatan permintaan di negara konsumen utama dunia itu.
Dilansir Bloomberg, Kamis (6/5/2021), logam tersebut naik ke level tertinggi dalam satu dekade minggu ini. Alhasil, ini memicu taruhan akan reli lebih lanjut ke rekor tertinggi US$ 10.190 pada Februari 2011, karena pembukaan kembali ekonomi industri utama memicu lonjakan di pasar komoditas dari bijih besi hingga kayu.
Meskipun target harga terus meningkat, Trafigura Group mengatakan pada Maret pihaknya memperkirakan tembaga mencapai US$ 15.000 dalam dekade mendatang karena dorongan menuju dekarbonisasi. Reli tersebut meningkatkan kekhawatiran tentang permintaan jangka pendek China.
Beberapa produsen dan pengguna akhir telah memperlambat produksi atau menunda waktu pengiriman setelah biaya melonjak, sementara konsumsi domestik yang lebih lemah dari perkiraan telah membuka jendela arbitrase untuk ekspor.
"Harga tembaga akan tetap kuat karena berlanjutnya rebound di PMI global yang mendorong sentimen bullish investor," kata Citic Futures Co. dalam sebuah catatan.
Meskipun permintaan China tidak mendukung harga yang terlalu panas, broker merekomendasikan investor untuk menahan posisi mereka untuk saat ini.
Baca Juga
Di sisi pasokan, Peru melaporkan lonjakan 19 persen pada produksi tembaga Maret, berpotensi menawarkan sedikit bantuan untuk pasokan global yang ketat.
Tembaga naik sebanyak 0,8 persen menjadi US$10.028,50 per ton di London Metal Exchange sebelum diperdagangkan pada JS$9.990,50 pada 11:09 pagi di Shanghai. Di pasar lain, nikel turun 1,7 persen dan aluminium naik 0,5 persen.