Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ADB Sebut Ekonomi Asia Lebih Pulih Cepat Tahun Ini. Kok Bisa?

Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan produk domestik bruto kawasan itu akan meningkat 7,3 persen tahun ini, lebih baik dari perkiraan 6,8 persen pada Desember dan perubahan haluan dari kontraksi 0,2 persen tahun lalu.
Karyawan berada di dekat logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan berada di dekat logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi negara berkembang Asia akan pulih lebih cepat tahun ini dari perkiraan sebelumnya, karena negara-negara melangkah di jalur pemulihan yang berbeda.

Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan produk domestik bruto kawasan itu akan meningkat 7,3 persen tahun ini, lebih baik dari perkiraan 6,8 persen pada Desember dan perubahan haluan dari kontraksi 0,2 persen tahun lalu. ADB juga melihat pertumbuhan Asia berkembang moderat menjadi 5,3 persen pada 2022.

“Perekonomian di kawasan ini berada di jalur yang berbeda, dibentuk oleh tingkat wabah domestik, kecepatan peluncuran vaksin mereka, dan seberapa banyak mereka mendapat manfaat dari pemulihan global," kata Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada, dilansir Bloomberg, Rabu (28/4/2021).

Ekspor yang kuat dan pemulihan konsumsi rumah tangga akan membantu ekonomi China untuk berkembang 8,1 persen tahun ini, lebih cepat dari perkiraan 7,7 persen sebelumnya, dan sebesar 5,5 persen tahun depan. Sedangkan India akan tumbuh 11 persen pada tahun fiskal 2021, yang berakhir pada Maret 2022, tetapi lonjakan kasus virus corona baru-baru ini dapat membahayakan pemulihan ini.

Perkiraan pertumbuhan Asia Tenggara diturunkan menjadi 4,4 persen tahun ini di tengah penurunan proyeksi untuk Malaysia, Filipina dan Thailand.

"Ancaman paling signifikan terhadap pandangan ini adalah evolusi yang tidak menguntungkan dari pandemi Covid," kata Sawada. Dia mengutip gelombang baru virus serta efektivitas rencana vaksinasi nasional.

Stimulus fiskal yang melunakkan pukulan pandemi telah meningkatkan beban utang di kawasan itu, meskipun pada sekitar 65 persen dari output ekonomi, hal itu tetap dapat dikelola.

“Paket besar-besaran saat ini sangat diperlukan untuk menangani tekanan negatif pada ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi,” katanya.

Sementara kebijakan moneter lunak Federal Reserve AS dapat menghasilkan beberapa tekanan harga di Asia, ia memperkirakan bahwa kelonggaran substansial di banyak negara akan membatasi tekanan inflasi selama dua tahun ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper