Bisnis.com, JAKARTA – Setelah terjadinya musibah pada KRI Nanggala-402, pemerintah disarankan untuk mengevaluasi sistem anggaran pertahanan nasional, terutama terkait dengan ketersediaan investasi dan ketimpangan anggaran antar matra.
Ekonom Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mencatat adanya ketimpangan anggaran terkait dengan pertahanan nasional di antara tiga matra yaitu TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
“Tercatat bahwa pada APBN 2020 TNI AD dengan alokasi alutsista sebesar Rp4,5 miliar. Sementara, TNI AL alokasi alutsista Rp4,1 miliar dan TNI AU alokasi alutsista Rp2,1 miliar,” ujarnya dalam siaran pers yang dikutip Bisnis, Senin (26/4/2021).
Selain itu, Achmad juga menilai alokasi peremajaan alutsista dibandingkan komponen lain-lain juga terbilang kecil, sementara peremajaan memerlukan biaya yang besar.
Dia lalu mengatakan masing-masing matra memiliki anggaran peremajaan alutsista sekitar Rp45-Rp50 miliar per tahun atau total Rp135-Rp150 miliar.
Maka itu, Achmad meminta pemerintah untuk mengambil langkah kreatif dari pengambilan sejumlah kebijakan seperti mengaktifkan BUMN pertahanan yang masif.
Baca Juga
“Untuk meremajaan alutsista nasional, Indonesia perlu mengaktivasi kemampuan BUMN ketahanan. Saat ini Pemerintah berencana membangun program kemandirian sistem pertahanan melalui pembentukan holding BUMN pertahanan. Holding tersebut meliputi lima BUMN yaitu PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, PT Pindad, PT PAL dan PT Dahana,” jelasnya.
Achmad melihat holding BUMN pertahanan masih memiliki implementasi yang masih lamban. Pasalnya, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan BUMN pertahanan dalam menarik investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Padahal bila holding BUMN Pertahanan bisa diimplementasikan dengan cepat, peremajaan alutsista Indonesia akan lebih murah dan lebih cepat sehingga sistem pertahanan mandiri dan kuat dapat terwujud.
Hidayat memandang holding BUMN tersebut perlu dipercepat dan pelibatan multitalent bangsa dalam BUMN tersebut perlu harus dilakukan.
“Holding BUMN Pertahanan harus melibatkan para profesional, ahli keuangan sertaberbagai profesi lain, terkesan saat ini pembentukan BUMN pertahanan tersebut hanya didominasi para veteran tentara dan mafia pertahanan yang rawan dengan konflik kepentingan,” katanya.