Bisnis.com, JAKARTA — Industri minyak nabati memproyeksi tahun ini produksi akan tumbuh hingga 6 persen didorong oleh pemulihan ekonomi domestik.
Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan selain itu, produksi perkebunan saat ini juga terpantau masih baik. Oleh karena itu, perkiraan kenaikan produksi hingga 6 persen dari tahun lalu 6,3 juta ton menjadi rasional.
Adapun pada awal 2020, GIMNI menargetkan produksi minyak nabati nasional dapat mencapai 7,1 juta ton. Namun demikian, pandemi Covid-19 membuat Sahat merevisi proyeksi tersebut menjadi 6,4 juta ton hingga akhir 2020. Pada tahun lalu tercatat berada di level 6,3 juta ton.
"Kondisi perekonomian sudah mulai bergerak bagus dan kebun juga bagus sehingga akan ada pertumbuhan," katanya kepada Bisnis, Selasa (20/4/2021).
Sahat pun mengimbau, guna menghindari keributan jelang Lebaran, pihaknya meminta pemerintah untuk segera membuat HET atau harga eceran tertinggi minyak curah dan kemasan. Hal itu juga mengingat harga sawit yang telah mencapai 4.273 ringgit Malaysia per ton.
Sebelumnya, Sahat menyampaikan HET untuk minyak goreng dengan kemasan sederhana disepakati pada tiga ukuran, yakni Rp11.500 untuk ukuran 1 Kilogram, Rp6.000 untuk ukuran 0,5 kilogram, dan Rp3.250 untuk ukuran 0,25 kilogram. Adapun, HET bagi minyak goreng di pasar modern dapat mencapai Rp13.000—Rp14.000 untuk menyesuaikan margin.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sebelumnya menjelaskan alasan harga rata-rata minyak sawit pada Februari 2021 tetap bertahan pada titik tertinggi.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan harga rata-rata minyak sawit pada Februari 2021 adalah US$1.085/ton CIF Rotterdam, lebih tinggi US$60 dari harga Januari yang merupakan harga tertinggi dalam enam tahun terakhir.
Sementara itu Oil World memperkirakan produksi biodiesel dunia pada 2021 akan mencapai 47,5 juta ton atau 2,2 juta ton lebih tinggi dari tahun 2020 dan 1,5 juta ton lebih tinggi dari 2019.